Friday 1 March 2013

Pelarian (2)

Fian dan Lindsay sudah siap berangkat jalan-jalan akan tetapi mereka belum tahu mau kemana karena dari awal mereka tidak merencanakan tujuannya. Tetapi bagaimanapun yang namanya jalan-jalan pasti ada tujuannya seperti hidup ini yang terus berjalan marayapi hari demi hari untuk mencapai tujuan.

"Mba Say kita mau kemana nih?" Tanya Fian kebingungan karena belum ada tujuan sedangkan mesin motor sudah dinyalakan.
"HHmmm kita cari makan saja dech." Usul Lindsay sebagai tujuan awal perjalanan malam minggu ini.
"Ke Kindai aja ya, disitu nasi kuningnya enak udah gitu banyak lagi" Fian merekomendasikan tempat makan langganannya.
"Boleh dech..." Lindsay juga menyetujui.

Mereka melajukan motornya menuju Rumah Makan khas Kalimantan yang berada di daerah Jembatan Merah masih sekitaran jalan Gejayan, tidak terlalu jauh dari Demangan Baru yang masih satu kawasan dengan Gejayan. Jalan yang menuju utara tidak terlalu padat namun sebaliknya arah dari Ring Road Utara menuju Kota Jogja sedikit padat. Yah....penduduk pinggiran kota merapatkan diri mencari hiburan di Kota Jogja yang meriah akan pertunjukan seni jalanan.

Akhirnya sampai juga di Kindai, tempatnya nggak begitu luas tetapi ramai. Mungkin karena masih terhitung murah jadinya ramai. warung ini sangat terbuka karena berada di teras rumah. Ada juga tempat makan di atas yang berupa bangunan panggung di bawahnya terdapat parkiran motor. Fian dan Lindsay memilih meja yang di samping suasananya tidak begitu ramai. Sebelum menuju mejanya Fian mengambil daftar menu di meja kasir.

Setelah duduk Fian seperti biasa bila makan di warung makan tersebut memilih nasi kuning sambal goreng hati dan segelas jus tomat. Lindsay sendiri tampaknya sedang tidak nafsu makan jadi ikut apa yang Fian pesan tanpa membaca daftar menu. Makanan sudah di pesan selama menunggu makanan datang tak ada obrolan apapun kerena mereka sibuk dengan handphone mengecek sms atau sekedar membuka Twitter.

Tak lama kemudian ada pelayan yang membawakan makanan yang Fian dan Lindsay pesan. Porsinya cukup banyak bagi Fian yang bertubuh kurus dan tidak suka makan terlalu banyak. Suapan pertama Fian begitu menikmati dan lahap karena memang sudah lapar. Akan tetapi keadaan Lindsay sebaliknya berbeda hanya menatap makanan itu. Fian segera menyadarai ada sesuatu yang salah dari Lindsay.

"Kenapa mbak? koq makanannya cuma dilihatin aja?" Tanya Fian yang mulutnya masih tersumpal nasi kuning dan ngomong sambil mengunyah makanan.
"Aku sedang galau" Jawab singkat Lindsay dengan nada yang lesu.
"Hahahaha. Kaya ababil aja mbak. alias ABG labil" Fian malah menanggapinya dengan bercanda.
"Iya juga ya kaya ababil. Aku baru putus sama pacar ku. Dan parahnya aku belum makan dari pagi." Lindsay mulai menceritakan kegalauannya.
"Ok, emang nggak bisa balikan lagi?"
"Masalahnya yang aku pacari itu adalah suami orang." Lindsay menekankan nadanya pada frase suami orang. Makanann yang di hadapannya mulai di acak-acak.
"Kalau gitu makan yang banyak biar nggak stress" Fian yang nggak peka pada masalah Lindsay malah menyuruh makan Lindsay yang dari tadi belum menyuapkan nasi di mulutnya. "Putusnya kapan dan kenapa? Ayo dimakan mbak enak loh nasinya."

Lindsay memakan satu suap nasi dan segera menjelaskan kisahnya. "Udah 4 hari putus. pas baru putus sih nggak masih baik-baik saja tetapi sekarang baru kerasa galaunya. Kangen banget pengen ketemu atau telponan tapi nggak bisa. Kita putus karena dia sudah punya istri dan nggak mau rusak hubungan keluarganya. Dia udah punya anak juga."

"Ya bener juga sih putus kan buat kebaikan dia dan keluarga sama mbak juga kan" Fian mengomentari hati-hati. Takut salah koment malah jadi tambah galau lagi mbak Lindsay. Fian kembali menyuapkan nasi kuning sambal greng hati ke mulutnya.

Lindsay juga memakan nasi kuning yang ada di hadapannya. "Ya sih kenapa cinta itu datang nggak tepat gini?" Lindsay memprotes keadaan apa yang dialamnya. "Aku kenal dia waktu aku masih ABG dan dia belum menikah." Lindsay mengalunkan cerita sejarah pertemuan dengan mantannya.

Fian menghentikan aktifitas makannya agar lebih seskasama mendengarkan dongeng kasrmaran antara Lindsay dengan mantannya.

"Dia itu tentor ku pas bimbel masuk UGM," Lindsay berhenti sebentar untuk minum. "Waktu itu biasa aja lalu jadi deket dan deket."

"Terus jadian?" Fian yang sok tau memotong pembicaraan Lindsay.

"Bukan gitu, sek toh jangan di potong dulu." Lindsay memprotes ulah Fian, tetapi usaha Fian membuahkan hasil yaitu Lindsay kembali melahap sesendok. "Aku tau dia suka aku juga, tapi koq nggak ya ngomong-ngomong aku sebenernya gregetan tapi kan nggak mungkin aku duluan yang ngomong." Emosi Lindsay agak sedikit naik tapi masih berusaha mengontrol.

"Hhhmm susah juga ya. Terus kenapa baru sekarang jadiannya lagi?" Fian jadi semakin penasaran kisah dari Lindsay.

"Setelah bimbel itu kita nggak pernah ketemu lagi aku juga punya pacar dan yang aku tau dia juga punya pacar. Long-long time nggak ketemu dia terus tiba-tiba kita ketemu di Pramex (kereta komuter Jogja-Solo). Dari situlah berlanjut terus dan dia ngaku kalau dulu juga suka aku. Terus pada akhirny kita backstreet apa lagi aku waktu itu baru putus sama mantan ku ya taulah pasti haus belaian kan?" Lindsay malah menjelaskan panjang lebar. Tak apalah untuk pelampiasan kegalauannya.

"Ouh gitu toh....." Fian hanya menanggapi datar karena nggak tau lagi mau komentar apa lagi. Nasi yang ada dihadapn Fian juga sudah habis tetapi nasi yang ada didepan Lindsay masih ada setengah namun tampakny Lindsay sudah enggan memakannya.

"Ya udah yuk jalan-jalan muterin Jogja, dari pada meratapi kegalauan." Lindsay mengajak Fian hengkang dari warung Kindai.

"Cuzzz" Fian juga beranjak dari kursi menuju kasir untuk membayar tagihan makanan.

(masih bersambung)