Wednesday 28 August 2013

Cerbung Chapter 4: Dia, Kejutan (Part 11)

Aku terbangun karena medengar suara mencurigakan, mata ku berkeliaran ke berbagai sudut kamar seperti halnya kamera CCTV.  Ternyata tidak ada apa-apa mungkin itu halusinasiku. Lebih baik melanjutkan tidur lagi saja. Sebelum ku pejamkan mata ternyata sudah jam 6 pagi tetapi langit masih gelap saja. Hawa dinggin juga menggigit kulit. “andai ada dia pasti terasa hangat bila dipeluk,” aku hanya menggumam harapan hampa.

MAU TAU CERITA SELENGKAPNYA BISA AJA BACA DENGAN BELI NOVELNYA. SUDAH TERSEDIA DI  http://nulisbuku.com/books/view_book/7100/kamuflase ATAU PESAN MELALUI SAYA 08193181006 atas nama apper. Terima Kasih. #Kamuflase

Thursday 22 August 2013

Cerpen : Reuni

Matahari baru saja terbenam. Bu Alya  masih saja sibuk membereskan rumah, padahal masih terhitung rapih karena dia tinggal hanya berdua dengan anak bungsunya yaitu Gio. Sebentar lagi teman-temannya Gio akan berdatangan. Sekarang adalah hari istimewa untuk Gio, tentunya Bu Alya akan memberikan yang terbaik untk anaknya.

Setelah berkliling rumah memastikan semunya telah rapih Bu Alya masuk ke kamar Gio yang berada di samping ruang keluarga. Bu Alya masih mendapati Gio berbaring dikasur yang dibalut sprei putih bersih. Kamarnya rapih banget untuk ukuran kamar cowok. Cat warna biru menyelubungi tembok kamar. Di samping ranjang ada dua kursi.

“Gio….bangun, bentar lagi teman-teman mu dateng.” Bu Alya membangunkan Gio dengan sentuhan lembut di pipinya. Namun Gio masih memejamkan matanya.
“Gio siap-siap ya pake baju yang keren, rambutnya di rapiin.” Ucap Bu Alya sambil berdiri memandang Gio yang berbaring di kasur.
“Gio betah amat tidur, pokoknya nanti kalo temen Gio dateng harus bangun ya.” Bu Alya masih berusaha membujuk anaknya untuk bangun. Tapi Gio tetap bergeming.

Bu Alya menghela nafas lalu keluar dari kamar. Gio sendiri masih tertidur pulas. Bu Alya sangat sayang pada anaknya, tidak mau membangunkan secara paksa. Bu Alya membiarkan anaknya untuk terbangun sendiri secara suka rela. Gio sendiri paling sebel kalau tidurnya terganggu dan pasti marah-marah tetapi itu dulu. Sekarang Gio masih saja tertidur.

Di ruang makan Bu Alya menyiapkan piring dan lauk pauk untuk santap makan malam teman-teman Gio. Mungkin ada sekitar 10 orang  yang akan datang.  Mereka semuanya adalah sahabat Gio waktu di Jogja.  Tidak semunya juga teman kuliah ada yang tema bermain. Sudah sekitar 9 tahun mereka bersahabat dari dulu sampai sekarang masih dekat. Bisa jadi ini adalah persahabat sejati antara Gio dengan temannya.

Baru saja Bu Alya duduk di sofa depan tv terdengar suara bel tanda ada tamu berbunyi. Bu Alya langsung ke ruang tamu. sebelum membuka pintu melongok dulu di jendela melihat siapa tamu yang datang. Di balik pintu tersebut ada dua perempuan satu anak kecil dan dua pria. Diperkirakan usia mereka sama dengan Gio.

Bu Alya membuka pintu untuk menyambut kedatangan mereka.
“Teman-temannya Gio ya?” Bu Alya menebak untuk memastikan karena dirinya belum pernah bertemu dengan mereka.
“Iya bu, kita temen Gio,” kata cewek berjilbab pink baju gaul ala hijabers.  “Nama saya Dia, ini ada Nin.” Dia bersalaman pada Bu Alya. Setelah itu dilanjutkan Nin yang bersalaman. “Ini ada Mas Tri suami Nin dan ini Wahyu temen deket saya.” Dia menunjuk kearah cowok di samping Nin sebagai Tri lalu menengok pria yang ada disebelahnya sebagai Wahyu.

Wajah sumringah terpancar dari wajah Bu Alya karena teman Gio sudah mulai berdatangan. Ada satu rombongan lagi datang dari belakang yang akan segera muncul. Para rombongan yang sudah datang menengok ke belakang. Ada satu wanita yang menggendong anaknya di ikuti 3 pria.

“Oh itu Purbo sama Mas Wahyu suaminya, yang dua lagi Aga sama Yudi.” Dia menambahkan nama orang yang baru pada dateng. Mereka juga segera bersalaman dengan Bu Alya.

Setelah bersalaman Bu Alya mengajak para rombongan masuk ke dalam. “Ayo masuk jangan dipintu saja. Langsung saja ke kamarnya Gio. Dari tadi Gio sudah nunggu tuh.” Bu Alya memimpin rombongan menuju kamar Gio.

“Hai Gio…..ini loh Tia ponakan mu dari Batam dateng.”  Kata Purbo seraya melambaikan tangan Tia yang dipegannya.
“Gio ganteng….” Sapa Dia. “Ini aku bawa calon suami, Alhamdulilah udah dapet restu dari Umi.”
“Cin….aku juga dateng bawa Ifah, udah gede loh.” Nin mendekat ke arah Gio sambil menggiring anaknya yang berumur 7 tahun. “Ifah juga sering tanyain kapan om Gio maen ke Lombok lagi.”
“Gio,” Aga dan Yudi melambaikan tangan pada Gio.

Gio tidak menghiraukan kedatangan mereka. Masih saja Gio berbaring di kasurnya, tidur dengan pulas dan tidak ada tanda menunjukan akan bangun. Matanya terpejam dalam damai. Hari ini tepat satu tahun Gio tertidur koma setelah kecelakaan yang menimpanya. Ada kerusakan di otak kecil, hanya keajaiban yang bisa membangkitkannya lagi.

“Gio apakabar?” Tanya Nin, “kita tuh kangen banget sama kamu. Cepet bangun ya.”
“Oh ya tampan, katanya kamu pengen liat calon ku? ini loh aku udah bawain khusus buat kamu. Bulan depan kita merit tapi di Jakarta” Dia lebih sering memanggil Gio dengan sebutan tampan.
“Gio kapan kita jalan tengah malem lagi? Dulu kita kan sering kelaparan tengah malem terus kita ke burjo. Oh ya aku sekarang udah pindah ke Balikpapan” Kata Aga sambil menggenggam tangan Gio yang hangat.
“Ada salam dari Wid sama Arya. Wid gak bisa dateng soalnya abis melahirkan. Anaknya lucu banget loh kayak bapaknya. Kalo Arya nggak bisa dateng katanya sih ya lagi lamaran. Entah dilamar sama cowok yang mana,hahahaha” Nin meberikan informasi sambil bercanda.
“What Arya mau nikah?” Yudi langsung kaget mendengar informasi itu. sebenenya yang lain juga ikut kaget teapi Yudi yang punya reaksi lebih cepat. “Jadi merit sama penyanyi dangdut itu?”
“Nggak tau juga sih ya yang mana.” Nin menaikankan bahu.
“Ada yang cemburu nih,hahahha.” Timpal Purbo sambil melirik Dia. Semuanya juga langsung tertawa.

Muka Dia langsung memerah karena malu. “Yang jangan cemburu loh ya. Itu cerita masa lalu. Dulu khilaf, ampun dech. Lagian diakan cowok yang suka cowok.” Dia membela diri dihadapan calon suaminya.
“Begini loh ceritanya dulu waktu kuliah Nin sama Dia sempat suka sama Arya. Tapi untung nggak sampe jambak-jambakan untuk rebutan. Pada akhirnya mereka tau kalau Arya sudah punya pacar cowok.” Purbo menambahkan cerita masa lalu ke tiga sahabatnya.

Purbo, Nin, Dia dan Yudi adalah sahabat Gio kuliah waktu sama-sama belajar Ilmu Komunikasi di Jogja. Sedangkan Yudi dengan Aga mereka sahabatan sejak SMA di Jogja. Gio juga mengenal Aga sejak SMA perkenalannya waktu itu ada lomba teater nasional. Pas Gio kuliah di Jogja jadilah persahabatan dengan Aga semakin dekat. Bisa dikatakan Aga adalah sahabat terdekat dari Gio selama diperantauan.

“Dulu tuh ya Gio yang sering nemenin aku facial di mall berjam-jam mana ada pacar ku mau gitu.” Nin mulai menceritakan kenangan dulu sambil melirik suaminya. “Dia juga yang bantuin ngerjain skripsi ku sampai pol, berkat dia aku bisa wisuda nyusul kalian. Pernah semalam suntuk dia di rumah bantuin ngerjain skripsi.”





@@@

Waktu itu Gio baru saja sampai di kostnya daerah Kusumanegara di Jogja. Rasa lelah menghampiri sekujur tubuhnya. Untuk mandi pun males banget untuk bangkit dan berjalan ke kamar mandi yang ada Gio terkapar dikasurnya melepas rasa capek sembari ditemani lagu-lagu Mandarin. Hari ini adalah deadline jadi seharian di kantor menyelesaikan artikel dan memang harus standby barangkali ada liputan dadakan.

Terdengar ada suara dari handphonenya tanda ada telpon masuk. terpaksa Gio bangkit dari tempat duduknya mengambil handphone yang ada ditasnya. Di layar terlihat tulisan Nin, tandanya Nin yang telpon padannya.

“Moshi moshi.” Gio menjawab telpon dari Nin dengan menggunakan bahasa Jepang. “Lagi nyante aja. Kenapa Nin?” Gio bertanya maksud Nin tumben telpon jam segini. Biasannya kan jam segini Nin sedang asik main sama anaknya. “Ouh gitu…..ya udah setengah jam lagi aku nyampe. Aku mau mandi dulu.”

Begitu selesai menutup telpon mau nggak mau Gio beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi. Tadi Nin telpon minta dibantuin skripsinya. Diantara sahabat yang lainnya hanya Nin yang belum lulus karena berapa waktu lalu terhambat mengandung dan melahirkan anaknya. Demi sahabat Gio melawan rasa lelahnya. Kasihan juga Nin repot dengan skripsi sekaligus mengurus anaknya yang baru lahir.

Gio meluncur ke rumah Nin yang jaraknya lumayan jauh karena rumah Nin ada di pinggiran Kota Jogja. Sekitar setengah jam baru nyampe rumah Nin. Pintu rumah sudah terbuka terlihat dari teras sudah banyak buku dan lembar fotokopian berserakan di lantai. Nin juga sedang menggendong buah hatinya, sedangkan Tri sedang nonton tv.

“Assalamualaikum Bun,” Gio mengetuk pintu dan memanggil Nin dengan sebutan Bun alias bunda, panggilan Ifah kepada Nin.
“Maap ya ngerepotin kamu lagi,hehehehe. Pusing banget nih sama skripsi padahal ya tinggal kesimpulan doank.” Nin menyambut kedatangan Gio dengan curhatan tentang skripsinya.

Langsung saja Gio masuk kedalam rumah dan memungut bendelan kertas yang terususun rapi, itulah skripisi yang membuat sebagian besar mahasiswa menjadi gila seketika. Gio membuka skripsi Nin di bab 4 yang memuat kesimpulan. Nin duduk disamping Gio ikutan serius.

“Aku nggak tau mau gimana lagi udah sering revisi tapi tetep aja dianggap salah.” Keluh Nin dengan nada memelas.
Gio tidak langsung menjawabnya karena masih baca apa yang telah di ketik sama Nin. “Gini loh Bun….. kesimpulan mu itu belum lengkap. Disini kamu cuma memaparkan hasilnya aja. Harus ditulis juga rumusan masalah dan metode penilitiannya juga.
“Ouh gitu ya.” Nin hanya manggut-manggut. “Oh ya di meja makan ada cap cay makan gih.” Nin juga mempersilahkan Gio makan. Kebetulan banget Gio belum makan malam.

Sembari Gio makan, Nin mengetik ulang skripsinya. Gio mau membantu Nin karena dirinya juga pernah merasakan hal yang sama ketika menyelesaikan skripsi. Betapa stresnya menghadapi dosen yang bawel, pusingnya merangkai kata ilmiah, belum lagi mengeluarkan banyak biaya. Tidak jarang ada mahasiswa terpaksa melewatkan wisuda karena tidak bisa menyelesaikan skripsi.

“Kenapa sih harus ada skripsi?” Tanya Nin dengan nada mengeluh, matanya masih memandang layar netbook yang ada di hadapannya.
“Ya itulah masterpiece-nya mahasiswa, bukti kita intelektual.” Jawab Gio sekenanya.
“Tapi buat pusing tau,” Nin malah tambah mengedumel.
“Sabar bun… kita semua juga udah pernah melewati. Keep smile donk biar hasilnya juga membahagiakan juga.” Gio berusaha memberi semangat biar Nin ngerjain skripsi dengan tenang. “Kamu masih mending Nin, dulu aku penelitiannya di Brebes sana, jadi kalo data kurang cocok balik lagi ke sana.”
Nin kembali berkutat dengan ketikan skripsinya dan Gio melanjutkan aktifitas menikmati cap cay. Gio jadi mengenang dulu waktu masih ngerjakan skripsi harus bolak balik ambil data. Belum lagi instansi yang buat di teliti ribet banget semakin menderita kala bimbingan banyak banget revisi. Ya begitulah namanya skripsi.

Semalam suntuk itu Gio menghabiskan waktu di rumah kontrakan Nin. Menenami Nin ngerjajain skripsi ya sekalian yang ngecek ketikan Nin juga sih. Perlu beberapa kali revisi tulisan dan pencocokan data dengan detail sampai dirasa sudah benar. Gio sendiri terpaksa menginap karena pulang lebih dari tengah malam sudah rawan rampok di daerah Ring Road.

@@@

“Paginya itu aku bimbingan, Alhamdulillah langsung di ACC n di suruh daftar pendadaran,” Nin menutup kisahnya.

Sebenarnya masih banya lagi cerita diantara Nin dan Gio yang temen lain belum diketahui tapi tidak enak saja Nin untuk memborong cerita. Nin mencoba menahan tangis antara sedih dan senang karena berkat sahabatnya bisa ikutan wisuda.

“Sebenernya paling seneng kalo di Gio bisa nemenin belanja.” Kata Purbo.
“Bener banget dia bisa jadi setan, ngerayu kita untuk beli banyak baju,” timpal Nin.
“Wid tuh yang sering jadi korban.” Dia ikut menambahkan.

Semuanya diam sejenak memandang Gio yang terbujur di kasur. Purbo memijit tangan Gio meskipun hangat badannya tetapi seperti tidak ada kehidupan. Terlihat dadanya saja yang kembag kepis yang menandakan Gio masih hidup. Ada juga sih tanda kehidupan lainnya yaitu layar monitor yang memantau kondisi Gio.

“Pah masih inget gak waktu anak kita lahir yang nemenin juga Gio ka?” Tanya Purbo pada Wahyu yang berdiri disampingnya, sambil memandang Kei yang sedang bermain dengan Ifah.

@@@

Kejadiannya itu sudah 3 tahun lalu. Waktu itu Gio masih sedang bekerja padahal sudah lebih dari jam 10 malam. Ini adalah kerjaan mendadak, dan itu paling di sebelin sama Gio harusnya sudah bisa istirahat malah masih bekerja. Malam itu harus mengejar berita yang dipersembahkan buat penggemar Afgan. Sudah dua jam menunggu tetapi belum ada tanda tuh artis nongol.

Udah suntuk banget nunggu tanpa kejelasan kayak gini mending tidur aja. Ya beginilah resiko jadi wartawan. Gio cengok sendirian dia belakang gedung duduk dilantai seorang diri sambil bersandar pada tembok. Untuk menghilangkan rasa bosan Gio main game yang ada di handphone. Lagi asik main ada telpon, dilihat dari namanya Purbo.

“Yap yap.” Gio menjawab telpon dari Purbo. “Oh Mas Wahyu, ada apa mas?” ternyata yang telpon Mas Wahyu tetapi pakai handphonenya Purbo. Gio terdiam mendengarkan suara Mas Wahyu ngomong dari balik telpon. “Ouh gitu…. Nanti aku langsung ke situ dech, ini masih ada kerjaan.” Percakapan telah usai Gio menaruh handphonenya disaku celananya lagi.

Mendengar berita itu GIo semakin tidak sabar untuk cepat-cepat meneyelesaikan tugas yang menyebalkan ini. Tadi Mas Wahyu mengabarkan Purbo akan melahirkan tetapi lewat operasi caecar. Itu adalah berita yang menyenangkan sekaligus menyedihkan, gimana nggak seneng kalau akan punya keponakan lagi tetapi sedihnya melihat sahabatnya dioperasi caecar. Kalau bukan karena kerjaan ini penting mungkin Gio sudah meninggalkannya.

Untung tidak lama setelah menutup telpon Afgan beserta rombongannya datang. Buru-buru Gio mengejarnya untuk interview. Ternyata nasib tidak beruntung berpihak pada Gio karena dari pihak Afgan nggak mau di wanwancarai. Gio mencoba melobi pada managernya tetapi tetap saja nggak dibolehin. Sebenarnya ada keberuntungan juga karena Gio tidak perlu berlama-lama lagi di tempat itu.

Gio bergegas ke rumah sakit internasional yang ada di ring road utara. Tidak terlalu jauh sih dari tempat Gio liputan tetapi hawa dingin menusuk sekali. Gio juga khawatir keadaan Purbo pasti sedang terguncang kalau proses melahirkannya dengan caecar. Apalagi jauh dari orang tua dan saudara. Purbo juga ada-ada aja dari Batam udah hamil 8 bulan perjalanan jauh pakai mobil ke Jogja. Purbo emang ingin anaknya lahir di Jogja.

Sekarang sudah sampai di rumah sakit. Gio tergesa-gesa berlari kecil menuju ruang operasi. Berharap masih bisa ketemu Purbo sebelum menjalani operasi. Doa Gio terkabul Purbo masih berada di selasar menuju ruang operasi di sebelahnya ada Mas Wahyu. Gio menambalah kecepatan berlarinya untuk menghampiri Purbo.

“Sory telat. Yang sabar ya……semangat. Aku disini terus koq sampai kamu lahiran.” Ucap Gio terengah-engah sambil memegang tangan Purbo untuk menguatkannya.

Di depan pintu operasi langkahnya terhenti karena dilarang masuk termasuk Mas Wahyu. Terlihat dari kejauahan dibalik pintu kaca wajah khawatir bercampur sedih dari wajah Purbo. Disitu dokter dan suster sedang menyiapkan operasi. Mas Wahyu sendiri berdiri menempel pada pintu kaca.  Begitu dokter dan suster siap Purbo dibawa keruangan selanjutnya ruangan operasi sebenarnya.

Gio dan Mas Wahyu di antar suster menuju ruang tunggu operasi yang letaknya tidak jauh mungkinn hanya bersebelahan dengan ruang operasi. Ruangan itu hanya berukuran 3x3 meter. Rumah sakit itu terasa sunyi sekali hanya ada Gio dan Mas Wahyu.

“Koq jadinya  operasi sih mas?” Tanya Gio penasaran.
“Tadi kita abis jalan-jalan muter kota aja. Terus kan lewat rumah sakit bersalin tempat periksa kandungan, iseng aja masuk situ. Eh pas di periksa ternyata air ketubannya sudah sedikit padahal perkiraan tiga hari lagi.” Mas Wahyu menjelaskan.
“Untung ya walau tadi iseng bisa ketahuan lebih cepet, jadi bisa langsung ditangani.” Gio menanggapi. “Sabar ya mas. Walau operasi yang penting ibu sama anak slamet semua.” Gio mencoba membuat tegar hati Mas Wahyu.

Selama menunggu itu Mas Wahu bolak balik menuju pintu ruang operasi. Wajarlah seorang suami yang menantikan calon anaknya. Seharusnya bisa menemani proses persalinan tetapi apa daya karena operasi tidak bisa melakukannya.  Dengan harap-harap cemas Mas Wahyu tidak pernah melepas pandangannya kea rah ruang operasi.  Gio sendiri hanya termenung di ruang tunggu sambil maen game handphone.

Sudah 20 menit proses operasi berlangsung, tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi dari dalam ruang operasi. Wajah khawatir Mas Wahyu berubah menjadi kebahagiaan, senyum mengembang dari bibirnya. Tidak lama kemudian ada seorang suster keluar dari ruang operasi menghampiri Mas Wahyu yang ada didepan pintu. Tidak sengaja Gio mendengar perkataan suster.

“Selamat ya sudah menjadi bapak. Alhamdulillah anaknya sehat sama ibunya selamat. Tadi lahir jam 23:58. Oh ya silahkan masuk pak barang kali anaknya mau di adzanin.”

Mas Wahyu dan suster masuk kedalam ruang operasi. Sayup-sayup terdengar adzan. Gio bersyukur semuanya selamat. Meskipun bukan ponakan kandung tetapi Gio cukup senang karena punya ponakan baru lagi. Ini adalah pertama kali Gio menunggu orang lahiran ada berbagai perasaan mengahampirinya dari perasaan sedih karena melihat sahabatnya di operasi, khawatir juga. Ada pula perasaan senang semuanya bercampur.

Begitu Mas Wahyu keluar Gio langsung memberi selamat sekalian pamit pulang karena sudah larut malam yang penting kan anaknya sudah lahir. Bisa besok setelah pulang kerja mampir lagi. Lagian nungguin Purbo juga masih lama dia juga pasti ingin istirahat lebih dulu.

@@@

“Om Gio ini Tia sekarang udah besar. Om Gio bangun yaa…” Kata Tia disebelah telinga Gio. Namun tetap saja tidak ada respon dari Gio.
“Coba kalo nggak ada Gio pasti saya sudah stress, karena Gio jadi tenang ada yang nemenin.” Mas Wahyu menambahkan cerita dari Purbo.

Bu Alya masuk ke kamar. Senyum bahagia terpancar dari wajahnya. Telihat Bu Alya sangat senang karena Gio ada yang menemani terlebih lagi mereka adalah sahabat terdekatnya.

“Itu makan malam sudah siap, ayo di makan.” Bu Alya mengajak para rombongan makan malam.

Di meja makan sudah terihadang soto tauco khas Tegal. Ada juga sepiring tahu aci Benjaran, tidak ketinggalan mendoannya. Sirup dingin teko gelas juga sudah siap minum. Para rombongan ini sudah tidak sabar menyantapnya mereka dari tadi siang belum makan karena masih dalam perjalanan.

“Bu, kita boleh makan di kamar tidak sekalian nemenin Gio?” Dia meminta ijin pada Bu Alya.
“Ouh boleh sekali, udah lama juga Gio nggak makan rame-rame.” Bu Alya mempersilahkan teman-teman Gio makan di kamar.

Setelah ambil makanan mereka masuk ke kamar lagi menyantap soto tauco.

“Eh inget nggak? Kalau kita minta rekomendasi makan pasti kita tanya Gio.” Kata Yudi sambil melahap soto.
“Bener banget, Gio tuh paling tau tempat makan. Padahal dia badan kecil tapi suka makan dan menjelajah warung apa aja.” Aga ikut nimbrung. “Dulu tuh aku nggak ngerti makanan enak di Jogja karena aku kan bukan anak kost.  Terus Gio sering ngajakin wisata kuliner jadi tambah ngerti dech.”
“Kalau mau nongkrong pasti tanya Gio dulu. Kalau nongkrong nggak ada Gio juga nggak enak.” Kata Nin di akhiri dengan nada sedih. “Dulu makan di kantin terus kalau aku nggak habis pasti dia yang ngabisin makan ku.”
“Ngomong-ngomong soal makan gwe punya cerita konyol sama Gio. Kejadiannya waktu kalian sudah pada mudik liburan semester.” Dia menyela omongan Nin dan mulai bercerita.”

@@@

Waktu itu susana kost Gio sudah sepi karena sebagian besar sudah pulang liburan semester. Gio juga berencana mudik tetapi besok. Kalau malam gini biasanya cari makan bersama teman kostnya tetapi berhubung sudah pada pulang Gio sudah janjian dengan Dia untuk makan malam dekat kost.

Jarak antara kost Gio dengan Dia nggak begitu jauh, dengan mengedarai motor pinjaman temen kost Gio menuju ke kost Dia. cukup 3 menit sudah samapai, ternyata Dia sudah menunggu dipagar kostan sambil mainin HP nya.

“Mau makan dimana?” Tanya Dia.
“Belum tau, kamu pengen makan apa?” Gio belum punya ide malah balik tanya ke Dia. 
“Lagi pengen makan ikan sih….”
“Kalau gitu di deket sini ada koq daerah Gamping tempat baru sih aku belum pernah kesana.”
“Oke.” Dia langsung menyetujuinya.

Dia segara naik motor yang di tunggangi Gio juga. Pertama mencari lokasinya daerah sekitar belakang pasar Gamping. Pelan-pelan Gio menyisiri jalan itu takut barang kali terlewati.

“Itu” tunjuk Dia. sebuh warung tetapi lebih besar mungkin termasuk restoran. “Yakin itu?”
“Iya itu,” Gio membenarkan. “Terserah kamu sih mau apa nggak. Tapi kayaknya mahal dech.” Nyali Gio menciut dirasa tempat makan tersebut mahal harganya.
“Ya udah dech kita coba aja.” Dia mencoba nekat masuk. Gio pun menurutinya.

Gio memarkirkan motornya dilahan parkir yang luas tetapi tidak ada satupun kendaraan. Bangunan semi permanen dan besar ada dihadapan mereka. Sebenarnya Gio sudah ragu sih tetapi melihat Dia percaya diri jadi yakin dech. Mereka masuk bangunan lalu disambut oleh seorang pelayan. Mereka diantar ke sebuah sebuah meja kecil. Gio dan Dia duduk berhadapan, pelayan tersebut memberikan daftar menu lalu meninggalkan mereka.

Gio dan Dia mulai membuka buku menu, semakin membalik halaman dahi bertambah mengernyit. Matanya juga terbelalak.

“GIlingan mahal-mahal banget,” Gio ngedumel perlahan.
“Yang pilih sini siapa hayo?” Dia nggak ma disalahkan oleh Gio.
“Cabut aja yuk…..” pinta Gio,
“Nggak ah udah nanggung.”
“Tapi aku nggak bawa duit banyak nggak ada yang cukup. Ada sih cuma karedok.” Gio sedikit geram telah melakukan kesalahan fatal.
“Kalo gitu kamu pesan karedok aku pesen nasi liwet.” Dia mencoba menegosiasi.
“Tapi nggak ada duit buat beli minum.”
“Kita barengan aja minumnya pake air mineral,hehehe” Dia masih saja bertahan.
“Ya udah dech.” Gio menyerah pada serangan Dia.

Pesanan yang Gio dan Dia sudah datang. Sepiring karedok tanpa nasi, satu porsi nasi ayam liwet dan satu botol air mineral ukuran kecil.  Ditambah senyuman kecut dari pelayan yang sedang melayani mahasiswa kere.

Gio udah lapar akut, langsung saja karedok yang ada dihadapannya langsung dimakan. Tapi beberapa saat kemudian terjadilah kehebohan.

“Buset ni karedok pedes banget ya, mana nggak ada kerupuk,” Gio megap-megap kepedesan.
“Eits inget minumnya Cuma ada segini.” Dia mengingatkan Gio sambil merebut air minumnya.
“Ni restoran sengaja nyiksa orang kere ya, atau nggak iklas ngelayanin kita?” Gio masih saja ngedumel.

Meskipun kepedesan dan menitihkan air mata Gio tetap saja makan dengan lahap karena sudah kelaparan akut. Biasalah anak kost makan sehari Cuma dua kali pagi menjelang sing dan malam itu sudah jadi jadwal makan Gio, makanya dia tetap kurus.

@@@

“Terus kalian waktu bayar gimana?” Tanya Yudhi.
“Nggak tau yang bayar Gio. Udah gitu mukanya di tekuk.”
“Hahahahaha” semua teman Gio tertawa terbahak-bahak.

Suanan ceria dan canda menyelubungi rumah Bu Alya yang biasanya sepi sekarang terdengar suara berisik menyenangkan. Bu Alya jadi berfikir betapa bahagianya Gio mempunyai sahabat yang baik dan sangat akrab. Berbagai momen kebersamaan Gio terus dikenang para sahabatnya.

“Ngomong-ngomong Gio kurus aku juga pernah manafaatin tuh,” Aga mulai bersuara. “Waktu itu kalau nggak salah pulang dugem.”
“Ouh jadi Gio suka dugem sama kamu toh?” Tanya Dia menghakimi.
“Nggak sering juga sih,” Aga berbohong. “Sek toh cerita dulu.” Protes Aga yang ceritanya dipotong oleh Dia. “Pulang dugem itu, Gio mau nginep dirumah ku. sebenernya aku juga males nganterin dia pulang juga sih kostnya jauh banget.”
“Terus gimana om?” Ternyata Ifah ikut menyimak cerita Aga.
“Sampai rumah aku baru inget kalau nggak bawa kunci rumah ketinggalan dikamar. Semua orang udah tidur nggak enak juga kan bangunin mereka. Kalian tau apa yang Gio lakukan?”
“Ke warnet,” tebak Yudhi.
“Ke burjo, dia kan selalu lapar tengah malam.” Nin ikut menebak.
“Salah semua. Yang benar dia manjat tembok.”
“Whaatt!!!” Purbo kaget.
“Dia kan kecil dan sedikit lincah, dia manjat pager dulu terus naik tembok ke teras lantai dua. Aku di bawahnya.” Aga menjelaskan lagi.
“Terus ada yang liat gak?” Tanya Dia yang juga serius nyimak.
“Pas udah setengah manjat eh ternyata ibuku keluar. Kita berdua bengong jadi kayak orang bego. Untung ibu ku nggak marah. Tapi ada yang lucu udah gitu dia bukannya turun eh malah lanjutin naik udah gitu berhasil pula.”

Suara riuh tertawa kembali terdengar setelah mendengar ke konyol Gio dari cerita Aga. Sahabat mengenal Gio sosok yang suka konyol. Selain itu Gio juga jarang sekali marah sama sahabatnya. Gio selalu membawa ceria dan setiap ada dia pasti ada tertawa lucu. Yang tadinya sudah cape semua jadi semangat lagi.

“Coba dech kalian inget pernah nggak liat Gio marah?” Tanya Yudhi ke semua orang disitu.
“Kayaknya yang ada kita terus dech yang marah-marahin dia.” Aga kembali mengingat kejadian masa lalu.
“Udah gitu dia nggak bales marah atau ngomong apa keq gitu.” Timpal Nin.
“Yah itulah Gio, selalu murah ramah. Kangen sama Gio.” Dia jadi sedih kembali bila mengingat kenangan lalu.

Mimic semunya menjadi sedih, Purbo memeluk Dia sambil menahan air mata. Sahabat yang dulu selalu ceria. Kapan aja dua puluh empat jam setia nemenin baik duka waktu ada bencana apalagi waktu senang Gio tambah bersemangat lagi nemenin. Istilah lainnya adalah Gio sahabat siaga. Kalau lagi pada kehabisan uang Gio lah tempat terakhir untuk meminjam uang.

Malam semakin larut. Sudah banyak cerita yang bergulir dari mulut teman-teman Gio. Baik yang sedih sampai yang lucu-lucu. Ifah dan Kei juga sudah tertidur lelap di kamar sebelah. Bu Alya ikut nimbrung ngobrol duduk disamping Gio. Bu Alya sedari tadi senyum bahagia mendengar cerita tentang Gio dari temannya. Malah merasa minder karena temannya lebih mengenal anaknya dari pada dirinya sendiri.

“Eh dah malem pulang yuk,”kata Nin sambil melihat jam tangan. Memang sih sudah hampir jam 12. “Kasihan ibu kelihatan sudah ngantuk.”
“Oh nggak  koq nggak apa.” Bu Alya menyangkal.
“Nggak enak juga bu sama tetangga.” Dia menambah alasan harus beranjak dari rumahnya Gio.
“Eh ya foto dulu donk bareng Gio.” Yudhi memeberikan usul.
“Pake hape ku aja nih, tar tinggal di BBM ke kalian. Ibu tolong ya fotoin kita.” Nin membirikan handphonenya ke Bu alya.

Semuanya ambil posisi. Aga dan Dia di samping kiri sedangkan Yudhi dan Purbo di samping kanan, Nin sendiri di depan Aga.

“1,2,3” Bu Alya memberi aba-aba waktu memotret. “Bagus hasilnya, tuh Gio senyum.”
“Mana….mana” Yudhi penasaran mencoba mengambil kamera terlebih dahulu dari tangan Bu Alya. Bu Alya memberikan kamera tersebut pada Yudhi lalu senyum-senyum sendiri melihat tingkah sahabat anaknya, yang lain juga ikut mengerubungi.
“Eh iya Gio senyum, matanya juga melek.” Aga ngomong sekenanya tanpa sadar.

Dua detik kemudian semua hening ketika menyadari omongan yang barusan keluar dari Aga. Langsung saja mereka menengok kea rah Gio. Dan benar saja Gio sudah bangun dari tidur panjangnya. Matanya melek dan senyum melihat sahabatnya berkerumun. Bu Alya langsung memeluk sambil menitihkan air mata bahagia. Sedangkan para sahabat cewek ikut menangis haru sekaligus senang.

Setelah memeluk Gio, Bu Alya segera menelpon dokter yang menangani Gio. Suasan jadi kembali ramai, namun Gio masih saja membisu karena bingung mau mengatakan apa. Dia sedang mencoba berfikir kejadian yang berlangsung dalam rangka apa. Dan mengingat kejadian sebelum dirinya koma. Gio hanya tersenyum melihat polah temannya yang kegirangan.

Sekitar 30 menit kemudian dokter Farhat yang menangani Gio datang, dia langsung masuk kamar dan memeriksa Gio. Pemeriksaan awal sudah selesai Farhat menemui Bu Alya yang duduk di ruang keluarga tepat depan kamar Gio.

“Saya ikut senang bu, akhirnya Gio bangun juga.” Kata dokter dengan tenang.
“Alhamdulilah, tetapi gimana dok keadaannya?” Tanya Bu Alya sedikit khawatir.
“Nggak apa-apa bu mending besok dibawa rumah sakit. Oh ya itu teman-teman Gio?”
“Iya dok, mereka teman Gio waktu kuliah di Jogja. Semalaman mereka mengajak ngobrol Gio.”
“Bisa jadi Gio bangun kerena mereka juga. Cerita mereka terdengar Gio otaknya kembali bekerja mencoba mengingat kejadian masa lalu. Selamat ya bu, tetap sabar karena Gio masih perlu belajar lagi untuk kehidupan semula.


Bu Alya merasa menjadi orang paling bahagia sedunia bisa melihat anaknya siuman. Belum lagi pertama kali terbangun Gio sedang tersenyum. Bu Alya sudah siap kembali mengajarkan anaknya dari awal lagi khususnya untuk fisio terapi. Bu Alya akan terus menemani buah hatinya sampai kembali normal, itulah cinta kasih seorang ibu. Buat teman-teman, dengan kembangkitan Gio merupakan kebahagiaan tersendiri sahabatnya telah kembali untuk berbagi suka dan duka. Akan selalu ada untuk Gio. Malam itu ada tawa disudut Kota Tegal.

Friday 2 August 2013

Cerpen :Prom Night

Malam ini bersejarah buat Hanum. Pokoknya Hanum bertekat tampil paling cantik di acara prom night meskipun dirinya bukanlah yang tercantik diangkatannya. Hanum salah satu siswi yang paling nggak dikenal diantara kelas 12.  Tetapi cukup dengan semalam ini Hanum ingin semua teman seangkatan mengenalnya.

Dari tadi siang di rumah sudah heboh sendiri mulai dari nyiapin gaun, make up, sepatu dan semua tetek bengeknya untuk acara prom night. Di kepala Hanum ada sebuah rencana yang mungkin bisa mengangkat derajatnya sebagai murid yang melegenda dan di kenang semua teman-temannya.

Sebenarnya Hanum juga termasuk legenda sekolah sih buat urusan siapa siswi paling kutu buku  dan kuper di tambah selalu menyendiri. Bukan maksud menyendiri tetapi emang nggak ada temen yang mau deket. Ada sih punya beberapa teman tetapi yang sama-sama terpinggirkan di angkatannya. Satu hal yang nggak di ketahui teman-temannya adalah Hanum cukup dekat dengan dua cowok paling populer yaitu Galang dan Reza.

Hanum memang jarang terlihat bersama mereka kalau disekolah karena dunia mereka sangat berbeda. Galang yang aktif di OSIS, meski dia sudah tidak menjabat jadi ketua OSIS di kelas 12 dia tetap saja sibuk di OSIS membimbing adek kelasnya. Reza sendiri selalu sibuk di ekskul yang berbau olah raga dari voli, basket, sepak bola. Sebab itulah Galang dan Reza cukup dikenal di seluruh sekolah. Hanum sendiri bukan apa-apa di sekolah.

Hanum mengenal Galang sejak sejak MOS kebetulan satu kelompok, waktu itu Hanum membantu menyiapkan peralatan MOSnya Galang. Mereka semakin dekat ketika pemilihan ketua OSIS, Hanum sering jadi teman curhat Galang sebagai penasehat spritualnya. Banyak program OSIS yang sebenarnya ide dari Hanum bisa dibilang Hanum bagian dari tim suksesnya Galang.

Reza sendiri adalah sahabatnya dari SMP. Dulu Hanum dan Reza selama tiga tahun satu kelas. Rumah Reza juga deket sama Hanum jadi sering pulang bareng. Reza sering main ke rumah Hanum buat ngerjain PR bareng. Meski pas SMA udah nggak pernah sekelas Reza tetep deket sama Hanum karena satu jurusan di IPA dan pulang bareng terus.

Hebatnya lagi hubungan segitiga itu nggak ada yang tau. Reza tidak tahu kalau Hanum dekat dengan Galang begitu juga Galang tidak tau kalau Hanum sahabatan dengan Reza. Apalagi teman-teman yang lain pasti nggak ada yang tahu juga. Jadi begini sembari menunggu Reza latihan basket pulang sekolah Hanum meluangkan waktunya untuk mendengar curhatan Galang begitulah kedekatan mereka dalam tiga tahun ini. Hanum menyekuai salah satu dari mereka.

Sehabis sholat Magrib Hanum mulai make over dibantu oleh Mbak Ayu, dia ini kakaknya Hanum yang bekerja sebagai stylist. Seharusnya sih Hanum bisa berdandan dengan mencontoh Mbak Ayu tetapi Hanum memang lebih tertarik sama buku. Jangankan untuk berdandan tau aja nggak mana yang eyeliner, eyeshadow, bloss on. Hanum cuma ngerti lipstick bentuknya gimana dan fungsinya untuk apa.

“Mbak wajar gak sih kalau cewek nembak duluan ke cowok?” Hanum tanya langsung menuju sasaran.
“What!! Adek mbak bisa jatuh cinta juga?” Mbak Ayu terkejut yang tadinya membungkuk sedang menempelkan foundation jadi tegak berdiri.
“Ich mbak biasa aja kali.” Hanum tetap tenang dan pasang muka serius.

Mbak Ayu mulai merapikan kembali foundation, “Wajar aja sih dek, sekarangkan banyak juga kan cewek yang nembak duluan. Mbak juga pernah tapi resiko siap malu kalau di tolak.”
“koyo ngono yo mbak, rak sido ik yen ngono.” Hanum menggumam dengan Logat kental Semaragan bibirnya juga jadi manyun, dan kembali berfikir rencana gilanya.
“Kalau kata Mbak sih ya…. ungkapin aja. Nggak mau kan jadi penasaran seumur hidup. Ngeri juga kamu jadi kuntilanak gentayangan. Hi hi  hi hi.” Mbak Ayu bergindik sambil menakuti Hanum.
“Mbak Ayu nih… nggak lucu tau.” Hanum semakin manyun.

Setelah memolesi foundation sekarang tahap selanjutnya bedak di tempelkan di wajah Hanum. Masih belum terlihat perbedaannya. Hanum masih kelihatan culun.

“Sopo sing koe taksir cah ayu?” Mbak Ayu jadi penasaran sama cowok yang di suka adeknya.
“Ada dech….” Jawab Hanum sok rahasia.
“Kalau nggak Reza pasti Galangan kan?” Mbak Ayu hanya menebak saja karena hanya dua cowok itu saja yang sering dilihatnya ketika dirinya sedang dirumah.

Muka Hanum langsung memerah karena tebakan Mbak Ayu tepat sekali diantara kedua cowok ganteng tersebut yang akan di tembak Hanum.

“Kasih tau gak ya…..” Ledek Hanum kepada kakaknya.
“Ya udah kakak rias kamu biar kayak kuntilanak,” Mbak Ayu mengancam karena kesal di ledek Hanum padahal penasar banget siapa cowok yang berhasil membuat Hanum tampil ok malah berani mau nembak.
“Ichhh jangan gitu donk kalo itu jelas-jelas malah di tolak. Pokoknya Hanum jadi cantik banget.” Rengek Hanum.

Obrolan tersebut terhenti karena Mbak Ayu juga kosentrasi dengan riasan Hanum. Shading di hidung dan pipi cukup sempurna hidung Hanum kelihatan lebih mancung dan pipinya terlihat tegas. Blashon pipi dan eyeshadow berwarna biru terlihat elgan. Kaca mata agak tebalnya juga dilepas digantikan dengan softlens warna biru juga.

“Kak koq warnanya biru sih? Kan lebih bagus ungu.” Protes Hanum sambil mendekatkan wajahnya ke cermin tanpa menoleh kepada Mbak Ayu.
“Hhmmm kamu jadi janda dulu sebelum berperang?” Sindir Mbak Ayu. Entah kenapa dan sejak kapan warna ungu di asumsikan sebagai janda. 

Urusan riasan sudah selesai sekarang Hanum mengganti bajunya. Hanum sudah mempersiapkan gaun warna biru terang  yang sudah dipersiapkan sejak masuk kelas 12 tentunya waktu itu belum memikirkan untuk menembak cowok. Jangan untuk memikirkan nembak, kebanyang ada cowok yang mengajak ke prom night juga tidak terbesit.  Tetapi semuanya dipersiapkan dari awal kelas 12.

Untuk riasan rambut Hanum memilih yang simpel saja di gerai apalagi rambut hanum yang hitam dan panjang lebih baik di gerai. Mbak Ayu cukup merapikannya dengan catok.  Hanum sih pengin di sasak tetapi Mbak Ayu melarangnya karena nanti teman-temannya ada tante salah masuk acara. Sayang banget kan rambut bagus gitu nggak di pamerin dengan digerai. Pasti temannya pada  nggak menyangka, selama ini Hanum lebih sering pocong ekor kuda atau pocong kelinci.

Make over telah usai semoga usahanya berhasil membuat semua temannya terperangah apa lagi buat yang serig bully Hanum kena serangan jantung. Ada beberapa cewek populer suka ngebully Hanum gara-gara pernah mergokin Hanum pulang bareng sama Reza. Atau di bully sama penggemarnya Galang. Maka dari itulah Hanum lebih memilih jaga jarak dengan Reza atau Galang disekolah.

Terdengar bunyi bel. Hanum menduga pasti dia yang sudah datang akan menjemput. Mbak Ayu segera bergegas membuka kan pintu. Hanum dikamar sendiri dia takut untuk banyak gerak bisa-bisa riasannya rusak.

“Hanuummm yang jemput sudah dateng.” Teriak mbak Ayu dari luar.

Hanum bangkit dari tempat duduknya. Mengambil tas pestanya yang berwarna biru gelap dengan rantai emas. Sepatunya juga nggak kalah elegan dengan high heells ungu cerah. Hanum keluar dari kamar berjalan menuju ruang tamu. Hanum melihat cowok tegap itu sedang berdiri tetapi menghadap halaman.

“Hai,” Hanum menepuk bahu cowok itu.

Seketika itu juga cowok tersebut membalikan badan. Reaksi pertama yang di berikan adalah ternganga dengan mata melotot seakan sedang bertemu dengan bidadari.

“Eh...Hai…” balas cowok itu gugup dan masih belum percaya apa yang dihadapannya. “Ini beneran Hanum?” Tanya cowok yang masih belum percaya.
“Iyalah ini aku Hanum.” Kata Hanum sambil berputar tak ketinggalan senyum manis, gaunnya mengembang jadi semakin terlihat anggun. “Apa benar yang dihadapan ku Reza?” Hanum bercanda. Emang sih Reza kali ini keliatan beda banget. Biasanya Reza datang kerumah Cuma pakai celana pendek basket dan kaos oblong biasa. Sekarang ini Reza pakai jas dipadu dengan dasi gambar Inuyasha tokoh kartun kesukaan Reza. Reza cowok yang santai jadi pakai snekers Nike.  

Hanum dan Reza berpamitan sama ayah dan ibunya terlebih dahulu sebelum berangkat. Hanum masih dikagetkan denga mobil sedan mewah yang dipakai Reza. Biasanya Reza mengantar pulang Hanum dari sekolah memakai motor matic. Hanum pikir malam ini pasti akan pakai motor.

Rumah Hanum yang berada didaerah Candi sekitar Semarang agak ke atas. Tujuan mereka digedung pertemuan mewah di Jalan Pemuda. Gedung tersebut tidak terlalu jauh dari sekolah mereka yang persis di depan Balai Kota Semarang.

Sepanjang perjalanan Reza curi pandang ke Hanum yang ada sebelahnya dan senyum-senyum sendiri.

“Aku masih belum bisa membayangkan teman-teman pada kaget liat kamu Num.” Reza membuka obrolan.
“Ya sudah jangan dibayangin tetapi liat saja nanti.”
“Aku sampe pangling tenan, kamu jadi cantik kayak gini?”
“Jadi selama ini aku nggak cantik?” Hanum mendesis sinis sekaligus melirik tajam ke arah Reza. Maksudnya sih bercanda.

Reza jadi salah tingka sendiri mendapat lirikan maut seperti itu. Nyetirnya jadi nggak focus lagi tetapi berusaha tenang, nggak lucu juga kan malam yang harusnya bahagia malah jadi tragedi kecelakaan mobil gara-gara mendapatkan lirikan maut dari bidadari.

“Aku juga nggak percaya dan sempat kaget kamu jadi seganteng ini?” Ucap Hanum sambil senyum meledek kepada Reza.
Pipi Reza langsung memerah dan senyum sendiri. “Iya donk kan aku nggak mau malu-maluin Hanum yang sudah cantik jadi aku harus ganteng. Oh ya aku emang selalu ngaggetin, nanti juga ada kejutan untuk kamu.

Reza emang sering banget buat kejutan. Pernah waktu kelas sebelas ada pertandingan basket antar sekolah se-Kota Semarang. Timnya Reza masuk kebabak final dan begitu tanda pertandingan berakhir dinyatakan menang secara sepontan Reza mencium pipi Hanum yang kebetulan duduk di tribun bawah. Alhasil selama sebulan Hanum jadi incaran bully teman atau kakak kelas yang ngefans sama Reza.

@@@

Hanum jadi inget kejadian hari terakhir Ujian Nasional. Seperti biasa pulang sekolah bersama Reza tentunya setelah sekolah sepi sudah tidak ada siswa  yang nongkrong di sekolah.  Waktu perjalanan sekolah sih biasa aja tapi kejutan itu didepan rumah Hanum.

“Makasih ya…” Hanum mengembalikan helm yang dipakainya kepada Reza.
Reza menerima, tampaknya ada yang ingin dikatakan tetapi ragu. “Hhhhmmm aku boleh tanya gak?”
“Kayak mau ke toilet aja perlu ijin segala.” Canda Hanum tetapi dahinya mengernyit tanda heran. “Ya udah tanya aja.”
“Kamu ke prom sama siapa?”
“Aku Mikirin juga nggak?” Hanum pura-pura cuek tentang prom night. “Siapa pula cewek nerd (kutu buku) kayak aku ini gak ada cowok yang mau ngajak.” Hanum menunduk pura-pura sedih.


“Gimana kalau sama aku.” Raut muka Reza serius sambil menatap Hanum.
“Ah jangan becanda….” Hanum tidak percaya begitu saja. Apalagi Reza adalah cowok populer pasti sudah bayak cewek yang ngajakin prom atau bisa saja dengan mudah Reza mengajak Prita seorang ratu diangkatannya pastinya Prita langsung mengiyakan ajakan Reza karena Prita itu fans berat Reza.
“Serius, swerr werewer.” Reza mengacungkan dua jarinya tanda tidak bercanda mengajak Hanum.
“Bukannya kamu udah diajak Tania? Aku denger gosip gitu sih.”
“Aku tolak dia.”
“Gimanaya…….” Hanum masih saja jual mahal.

Padahal saat ini juga Hanum sedang girang kalau bukan karena jaga imej pasti Hanum sudah melonjak-lonjak girang. Akhirnya ada cowok yang mau ngajakin prom apalagi Reza cowok populer di sekolah.  Cewek mana sih nolak ajakan Reza.

“Gak bisa ya? Kamu udah janjian sama yang lain?” terdengar suara Reza kecewa sambil menunduk. Reza juga sudah siap-siap menjalankan motornya lagi.
“Boleh dech, tapi beneran ya jangan bohong.” Hanum menyetujui ajakan Reza.
“Yes….” Teriak Reza lantang kegirangan. “Makasih sampai ketemu malam Prom, aku janji koq.” Reza berpamit dengan senyum ceria mengembang dari bibirnya.
Sampai sekarang Hanum masih belum mengerti kenapa Reza mengajak prom padahal masih banyak sederet cewek cantik disekolah dan pasti mereka pun tidak menolak bila diajak Reza ke prom night. Tapi biarlah semua jadi misteri, ada beberapa hal yang memang tidak perlu di ketahui.

@@@

 Langit  Kota Semarang malam ini berkilau dengan bintang-bintang. Semoga bintang keberuntungan Hanum berpihak padanya. Tak terasa Reza dan Hanum sudah sampai di Jalan Pemuda tanda sudah dekat dengan tempat prom night. Reza sengaja tidak melewati  daerah Simpang Lima dan sekitarnya karena disitu rawan macet.

Sekarang sudah sampai tempat parkir. Hanum melihat pintu masuk gedung sudah ramai berjejalan teman-temannya masuk ke dalam ruangan pesta. Ada beberapa temannya yang Hanum kenal masih di parkiran tampaknya mereka penasaran yang ada di dalam mobil Ferrari berkelir kuning  yang Hanum tunggangi bersama Reza.

Sebelum turun Hanum mengecek didalam tas memastikan handphone dan undangan tidak ketinggalan. Hanum menghela nafas panjang tanda sudah siap untuk malam yang melegenda ini. “Show time,” bisik Hanum dalam hati.

Begitu keluar dari mobil hampir semua mata temannya yang ada diparkiran menoleh ke arah pasangann ini. Ada yang menoleh tetapi segera kembali ke aktifitas semula. Mayoritas mereka melihat lekat-lekat apa yang ada dihadapannya bukan lah salah pengelihatan. Tingkah mereka konyol mulai dari yang ternganga mulutnya sampai kucek-kucek mata bahkan menampar pipinya.

Hanum terus berjalan menyusuri red carpet dengan anggun mendekati pintu masuk, di sebelahnya Reza dengan gagah merapikan jas. Senyum manisnya terlukis ketika jepretan kamera fotrografer mengambil gambar untuk dokumentasi. Tema prom night tahun ini adalah seperti perhelatan pemberian penghargaan.

Sementara itu banyak teman yang terpana malah ada shock.

“OMG itu Hanum? Kenapa bisa sama Reza? Ini bukan kejadian sebenarnya kan?” Yelita tampak tidak percaya apa yang dilhatnya.
“Hah!! siburuk rupa dari kelas 12 IPA 6 jalan sama pangeran 12 IPA 3” Indah juga terkejut.
“Koq bisa-bisanya sih si Nerd jalan sama pujaan ku, ini nggak adil.” Priska tampak geram oleh kejadian yang di temuinya.

Itulah tanggapan dari para penggemar Reza yang tentunya semakin membenci dengan melihat adegan seperti itu. Hanum sih cuek saja, tentu saat ini adalah ajang balas dendam buat mereka yang sudah mengolok Hanum.  Tetapi ada juga yang memuji perubahan dari Hanum

“Hannuuummm sumpah cantik banget, aku sampe gak ngenalin itu kamu.” Tatia yang merupakan teman sebangku Hanum menyambut dengan hangat. “Eh gimana ceritanya kamu bisa sama Reza,” bisik Tatia yang penasaran keberadaan Reza di sebelah Hanum.

“Makasih Tatia kamu juga cantik koq pas banget jalan sama Rafael.” Hanum membalas pujian kepada sahabatnya itu. Tatia tanpa berdandan juga sebenarnya sudah cantik dia salah satu primadona kelas tapi nggak sombong makanya Hanum nyaman setahun ini duduk sebangku bersamanya.  “Nanti ya ceritanya kenapa aku bisa sama Reza,”

“Cie cie Reza sama bidadari…..” Goda Romi yang datang dari belakang menghampiri Reza. Romi ini teman Reza di ekskul pencak silat.

Acara sapa menyapa di teras gedung harus diakhiri karena Hanum dan Reza harus masuk gedung. Di dalam gedung ternyata sudah ramai dengan teman-temannya sebagian besar mereka bergerombol membetuk grup kecil. Di ruangan ball room ini juga sudah dipersiapkan meja jamuan sisi kanan kiri sedankan di tengah dibiarkan kosong karena untuk lantai dansa. Disetiap kursi sudah tertempel nama siswa/siswi yang berhak duduk disitu tentunya dikelompokan berdasarkan kelas.

Didalam ruangan mereka terpaksa berpisah karena Hanum harus duduk dikursi yang sudah disediakan begitu juga Reza. Saat berpamit pisah dengan Reza, Galang yang sedang bergadengan dengan Melisa memergoki mereka. sekilas Hanum mendapati mimic kecewa dari Galang. Hanum hanya tersenyum untuk menyapa Galang, dia pun membalas senyum lalu pergi begitu saja menuju kursinya bersama Melisa teman sekelasnya.

Sepanjang jalan menuju kursi Hanum mendengar bisik-bisik teman-teman mengomentari penampilannya yang sangat berbeda. Dalam benak Hanum telah berhasil membuat teman-temannya takjub padanya. Hanum nggak mau dikatakan sombong hanya membalas senyum teman yang sedang berbisik-bisik. Terlihat dari jauh meja yang akan ditempati Hanum sudah ada 9 teman disana berarti hanya tinggal dia yang belum menduduki kursinya di kelompoknya.

Hanum duduk disamping kiri ada Gilang cowok melambai yang digosipkan berpacaran dengan Arman kapten tim sepak bola.
“Hai cin…,” sapa Gilang. “Cantika babinawati dech,” puji Gilang dengan bahasa ala Deby Sehartian tanpa ketinggalan tangannya ikut melambai.
“Sembarangan eike di bilag babi.” Protes Hanum centil.

Disamping kanan Hanum ada Adelia. Dia ini adalah fans beratnya Reza. Waktu kelas 11 Adelia pernah mergoki Hanum sedang berduaan dengan Reza. Esok paginya Hanum jadi bahan bulan-bulanan Adelia dan gengnya. Adelia hanya senyum sinis tanpa berkomentar melihat kehadiran Hanum. Hanum sih cuek saja.

Acara prom night telah dibuka dengan pembukaan dari band Changcuter. Selanjutnya di ikuti sambutan dari Kepala sekolah dan ketua panitia prom night dari kelas 11. Galang juga ikut maju ke podium memberikan kata sambutan wakil dari kelas 12. Hanum merasa terkesima oleh penampilan Galang manis dimalam ini gaya sangat rapih dengan paduan setelan Jas ungu sepatu pantofel dasi biru cerah sangat cocok bila disandingkan dengan Hanum.

Sekarang masuk ke acara selanjutnya berupa pemberian penghargaan, ada 12 penghargaan yang akan diberikan. Pemenang ini hasil voting siswa kelas 12. Ini bukan acara inti hanya untuk selingan saja. Katagori pertama siswa/siswi paling gokil jatuh pada Yanuar dari kels 12 Bahasa 3 entah itu karena gara-gara masuk kelas bahasa bawaannya suka berpuisi dan berpantun udah gitu usilnya minta ampun.

Selanjutnya katagori siswa/siswi kutu buku nominasinya ada lima orang. Hanum bersaing dengan Opi, Fay, Izha dan Daren. Hanum nggak terkejut juga sih masuk nominasi karena dirinya emang di kenal sebagai siswi kutu buku. Tetapi betapa kagetnya ternyata yang menang mendapat tropi siswi kutu buku ternyata Hanum. Terpaksa Hanum maju ke podium untuk menerima tropi tersebut. Sekali lagi banyak pasang mata yang melihat dengan padangan aneh menatap Hanum.  Mungkin yang dibenak mereka berbeda dengan kenyataan yang dilihatnya.

Ada kata-kata sambutan yang harus Hanum sampaikan sebagai pemenang.

“Hhhmm” Hanum menggumam sejenak sambil memikirkan kata-kata apa yang nanti di ucapkan. “Terima kasih buat temen-temen, jujur aja saya nggak menyangka jadi pemenang. Cukup bangga juga meskipun saya bukan cewek populer disekolah tetapi kalian masih perhatian dengan memilih saya jadi pemenang.” Gemuruh tepuk tangan membahana seisi ruangan. Hanum menghentikan pidatonya sejenak.

Hanum melanjutkan pidatonya lagi. “Oh ya mumpung saya masih berdiri disini, saya berpesan stop bully. Jangan sampai ada lagi kekerasan di sekolah. Mari kita sama-sama berangkulan dan bersahabat tanpa melihat secara fisik atau apapun itu. Mungkin buat kalian semua yang sering membully nggak tau betapa sakitnya di bully. Coba kalian pada posisi tersebut bayangkan. Buat yang dibully kalian harus berani melawan atau melapor kalian harus kuat karena diri kita sendiri harus menyelesaikannya.” Di akhir kalimat Hanum membungkukan diri tanda hormat dan terima kasih lalu turun dari podium.

Sepanjang perjalanan  menuju kursinya seluruh siswa bertepuk tangan sambil berdiri karena kagum dengan pidato yang diberikan Hanum. Tugas kedua telah berhasil membuat kampanye stop bully. Hanum sendiri adalah korban bully dan sangat mempengaruhi psikologisnya. Hanum nggak pengin ada korban lagi akibat dari bully.

Acara penghargaan masih terus berlanjut sekarang masuk pada siswa/siswi paling berpengaruh.  Tentunya secara mutlak jatuh ketangan Galang donk dia kan mantan ketua OSIS dan super sibuk dengan kampanye anti bully dan tawuran. Belum lagi dia aktif sebagai duta anti narkoba. Galang pun maju ke panggung untuk menerima penghargaan tersebut tentunya akan memeberikan pidatonya juga.

“Terima kasih buat semuanya. Kalau boleh jujur sebenarnya otak dari semua perubahan atau rencana program yang saya buat adalah Hanum.” Seluruh siswa kaget atas pernyataan Galang dan sebagian besar menengok kea rah Hanum. Hanum sendiri juga kaget kenapa Galang membuat pernyataan seperti itu. Hanum hanya tertunduk malu karena dirinya jadi pusat perhatian lagi.

Galang melanjutkan lagi pidatonya setelah semuanya tenang. “Saya sering berdiskusi dengan Hanum seusai pulang sekolah. Dibalik penampilannya yang kata orang culun ada sebuah pemikiran yang brilian. Tropi ini juga ku persembahkan buat Hanum.” Galang mengacungkan tropinya lalu turun panggung.

“Waw sepertinya malan ini Hanum jadi sangat fenomenal ya jangan-jangan sudah masuk trending topic twitter world,” canda Tiara anak kelas 11 Bahasa 1 sebagai MC acara.
“Bukan Cuma itu aja mungkin bakal jadi legenda diangkatannya bahkan sekolah.” Hans menanggapi omongan dari partner MC-nya.

Sudah ada 11 penghargaan yang diberikann artinya masih tersisa satu penghargaan yang akan diberikan yaitu kategori siswa/siswi terpopuler. Jelas lah Hanum tidak mungkin masuk nominasi  kategori ini. mungkin saja baru malan ini Hanum baru merasakan cewek populer karena kejutan yang diberikannya. Ada 2 siswa yaitu Galang, Reza persaiangan yang cukup menarik sedangkan dari siswi masuk nominasi Adelia mantan ketua cheers dan Prita sang bintang iklan.

“1,2,3 Rezaa…..” Tiara dan Hans secara bersamaan meneriakan nama Reza sebagai siswa paling populer kelas 12.

Gemuruh teput tangan membahana ruangan. Terdengar pekikan histeris cewek yang memannggil nama Reza. Terdengar pula suara suitan iseng. Emang sih Reza lebih banyak dikenal dari kelas 10 sampai kelas 12 karena dia sering di kantin dan bergaul dengan siapa saja pastinya nggak sombong.

“Wah nggak nyangka nih dapetin kayak gini. Makasih buat semunya adek kelas dan tentunya temen-temen seangkatan. Nggak berasa 3 tahun kita sahabatan ada banyak cerita di sekolah ini.” Reza diam sejenak sepertinya dia ingin menyampaikan sesuatu beberapa kali dia udah siap bicara tetapi mengurungkannya. “HHmmm” Reza menggumam keraguan. “Aku ingin memeberikan sesuatu special untuk someone.” Kata Reza mantap sambil memandang Hanum tetapi tidak ada yang menyadari itu. “Aku mengenalnya sebelum masuk ke sekolah ini, dan menjadi dekat tiga tahun ini. Hanum boleh nggak kamu kesini?”

Hanum tersentak kaget karena namanya disebut oleh Reza apa lagi dirinya disuruh maju. Suara gaduh pun menggema di ruangan. Mereka hanya menebak-nebak apa yang akan dilakukan Reza. Hanum hanya menggeleng tanda menolak.

“Ayo sini maju…” tanngan reza menglur tanda meminta Hanum mendekat.

Sekali lagi Hanum menolak dengan menggelengkan kepala dan melambaikan tangan. Hanum sendiri tidak bisa menebak apa ulah apa lagi yang diperbuat Reza untuk mengagetinya.

“Hanum….Hanum…Hanum” suara lantang orang seisi ruangan menyemangati Hanum untuk segera maju.  Sampai-sampai Tiara menjemput Hanum di kursinya.

Terpaksa Hanum bangki dari tempat duduknya berjalan bersama Tiara menuju panggung. Begitu Hanum berdiri di bawah panggung berhadapan dengan Reza suasana kembali sunyi. Hanum berdiri dengan gugup dan bingung karena Reza juga diam aja.

Terdengar suara music lalu Reza mulai menyanyi lagu Terpesona yang dipopulerkan oleh Audi feat Glenn.  Nggak tanggung-tanggung Reza juga membawa pasukan ekskul tari  sebagai penari latar belakang. Teriakan histeris memenuhi ruangan terutama dari para cewek yang sakit hati. Hanum terpukau dan bengong melihat persembahan yang diberikan oleh Reza. Hanum juga harus mempersiapkan kejutan lanjutan yang akan dilakukan Reza.

Sekitar lima menit aksi kenyolan Reza berlangsung. Suasana menjadi tenang kembali suara music sudah tida terdengar. Reza menjemput Hanum yang ada di bawah panggung.

“Ayo…” Reza mengulurkan tangannya sambil senyum usil.

Hanum merengkuh tangan Reza dengan hati-hati meniti tangga. Sekarang Hanum dan Reza sudah berhadapan hanya berjarak 1 meter.

“HHHmmmmm” Reza menarik nafas panjang untuk menenangkan diri. “Aku mengenal kamu dari SMP. Dari dulu sampai sekarang tidak ada yang berubah dari kamu. Kamu tetap menjadi diri kamu sendir iapa adanya. Itulah yang membuat aku terpesona sama kamu.”

“Oke..”Hanum menanggapi singkat karena nggak tau mau komtentar apa lagi.

Reza kembali mengutarakan isi hatinya. “Aku suka kamu, mau nggak kamu jadi pacar ku?”

Ruangan kembali riuh berbagai macam komentar keluar dari mulut orang yang menyaksikan adegan tersebut. Buat penggemar Reza entah namanya siapa berteriak histeris “Tidakkkk”. Sebagia lain terutama sahabat Reza tertawa lepas lihat tontonan yang menggelitik karena Reza baru saja mempertontonkan sisi romantisnya, padahal di mata sahabat Reza jauh dari kata Romantis.

Mata Hanum terbelalak medengar pertanyaan seperti itu. Mata Hanum jadi berkunang-kunang dan kepala juga berat. Rasanya ingin pingsan detik itu juga tetapi badannya tidak merespon untuk tergeletak di lantai. Mungkin itu juga bagian paling memalukan dalam hidupnya bila sampai pingsan.

Otak Hanum berkerja lebih keras. Saat Hanum memalingkan muka ke hadapan Galang, ternyata Galang menatapnya dengan tajam tanpa ekspresi. Hanum juga tidak bisa menebak apa yang ada benak kepala Galang. Lewat tatapan memelas Hanum mencoba mengirimkan sinyal tertentu kepada Galang.  Sepertiya Galang tidak merespon kode yag diberikan Hanum.

 “Hanum” Reza memanggil Hanum yang sedang mematung.

Hanum segera tersadar kedunia setelah lamunan singkatnya. Hanum harus segara mengatakan sesuatu.

“Rezzzaaa.” Hanum memanggil nama sahabatnya dengan hati-hati. “Kita memang sudah lama mengenal. Selama tiga tahun ini kita juga menjadi dekat dan lebih dekat.” Hanum merangkai kata pelan-pelan karea takut menjadi salah ucap.

Reza dengan sabar mendengarkan penjelasan dari Hanum. Matanya terus menatap tajam ke mata Hanum. Reza berdiri dengan bergeming dan kaku.

Sekali lagi Hanum menoleh ke Galang lalu kembali merangkai kata. “Sebenarnya aku juga suka sama kamu, tetapi suka sebagai sahabat. Maaafff banget aku nggak bisa jadi pacar kamu. Karena aku mencintai orang lain. Yaitu Galang”

Seketia itu juga terdengar suara sorak sorai gembira dari para cewek penggemar Reza, artinya mereka masih punya kesempatan untuk menjadi pacar Reza. Reza bagai tersengat listrik ribuan voltase. Hatinya mencelos ada rasa geram, marah, malu bercampur aduk tetapi disisi lain lega telah berkata jujur dan medapat jawaban dari Hanum.

Galang yang tadi tertunduk sudah siap dengan kepatahan hatinya kembali mendongak menatap adegan penolakan dramatis yang sedang berlansung di panggung. Rasa semagat kembali menggelora di tubuhnya mendengar Hanum berucap mencintai dirinya.

Hanum jadi merasa bersalah melihat wajah Reza tiba-tiba menjadi suram. Hanum mendekat ke Reza lalu memeluknya. “Maaf ya…kamu masih mau kan jadi sahabat ku?” Bisik Hanum dengan nada memelas. Reza hanya menjawab dengan anggukan.

Hanum melepas pelukan Reza tidak ketinggalan dengan menjabat tangan. Mimik Reza masih terlihat berantakan tetapi berusa menguatkan hatinya. Begitu Reza turun disambut pelukan dari sahabatnya. Terlihat Romi berusah menghibur Reza.

Hanum masih berdiri dipanggung dengan memegang microphone. Seperti yang dilakukan Reza sebelum mengungkapkan isi hatinya dengan menarik nafas sambil menatap Galang. “Galang mau gak jadi pacar ku?”

Tanpa memberi jawaban Galang bangkit dari tempat duduknya. Dia berlari kecil menuju panggung. Tepat di depan Hanum, Galang berdiri nafasnya masih terengah-engah. Nafasnya berangsur kembali teraratur. Para penonton drama ini terdiam menunggu reaksi Galang.

Tangan Galang terulur kea rah MC tanda minta microphone, Hans langsung memberikan mic yang dipegangnnya. “Hanum tak seharusnya kamu melakukan hal ini. Aku ini adalah orang yang pengecut tidak sehebat Reza yang berani mengungkapkan perasaannya apa kamu masih mau?”

Tanpa ragu Hanum mengangguk. “AKu juga mengenalmu selama tiga tahun aku tahu sifat kamu. Dan di dekat kamu aku merasa nyaman.” Ucap Hanum untuk meyakinkan Galang.

“Hanum mau nggak kamu jadi pacar ku?” Galang malah balik bertanya pada Hanum. Artinya Galang nembak Hanum.

Andai Hanum punya sayap mungkin saat itu sudah melayang-layang kegirangan. Dengan senyum manisnya Hanum mengangguk memberi jawaban pada Galang.


Sorak gembira membahana ruangan. Sebagian dari mereka tepuk tangan berdiri. Malam itu Hanum telah berhasil menjadi legenda diangkatannya bahkan sekolah. Hanum siswa yang biasa saja menghentakan sebuah pesta perpisahan yang membahagiakan. Adelia yang melihat pujaan hatinya bersedih langsung mengambil kesempatan menghiburnya dan malam itu Reza menjadi pangeran dansa berpasangan dengan Adeli sebagai tuan putrinya.

telah terbit buku bertema Gay yang berjudul #Kamuflase, untuk pemesanan klik sini dijamin gak rugi dech kalau udah baca. TEMUKAN IDENTITASMU DENGAN KAMUFLASE