Setelah mandi aku mendapati dia duduk
dipinggir jendela. Kebiasaannya tidak berubah, entah kenapa dia bisa suka
banget duduk di pinggir jendela. Aku jadi penasaran juga
“Hmmm kenapa kamu suka sekali duduk di
pinggir jendela?” Tanya ku sambil menghampiri dia.
“Ouh sudah selesai,” ternyata dia tidak
menyadari kedatangan ku dari tadi. “Awalnya sih waktu masih jaman sekolah liat jendela
mengharapkan kamu ada di depan rumah. Kamar ku kan bisa langsung liat depan.”
“Gitu toh….jadi GR nih,hehehehe.”
“Abis kamu selalu ngangenin.” Kata dia
tidak ketinggalan dengan senyum yang menggemaskan. “Jalan yuk, kemana gitu keq
masa aku udah di Bali di anggurin.”
“Hayuk kita bernosatalgia seperti dulu
hari terakhir kita ketemu.” Aku
mengungkapkan sebuah ide padannya.
“Terserah aja dech aku ngikut aja. Hari
terakhir pas SMA dulu? Aku udah lupa.”
“Beneran lupa? Kamu senderan di pundak
ku terus nangis-nangis,hahahah.” Aku bencandain dia.
Dia hanya tersipu malu. Mungkin sekarang
dia sudah bisa mengingatnya lagi. aku harap sih dia ingat. Aku sendiri tidak
akan pernah lupa kejadian itu. Karena itu kenangan terakhir bersama dia sebelum
hari ini. Masih teringat dengan jelas hangatnya tubuh dia ketika memeluku dan
terlihat betapa derasnya air mata yang tumpah dari matanya saat ketika akan
berpisah. Semaki nyata aku memang tidak pernah bisa melupakan dia.
Aku ingin hari ini lebih terkenang dari
pada terakhir kita bertemu. Aku berharap hari ini ada kejadian luar biasa.
Sebenarnya kedatangan dia hari ini tiba-tiba sudah lebih dari luar biasa.
Sampai saat ini aku masih mengira sekarang adalah mimpi. Tapi setelah mendapat
pelukan dari dia baru terasa ini bukan mimpi. Saat ini dia sedang memeluk ku
dari belakang karena kita menuju Toya Bungkah yang ada di Kintamani dengan
mengendarai motor. Semakin keatas semakin erat pelukannya karena hawanya
menjadi dingin.
Tanpa terasa sudah 45 menit perjalanan.
Sekarang sudah sampai di daerah Kintamani tepat ditepian tebing kaldera Gunung
Batur. Dibawah ada danau Batur dan disebrang kita ada Gunung Batur, Toya
Bungkah sendiri ditepian danau tepat dibawah gunung. Sesampainya dibawah Aku
memilih salah satu pemandian air panas disitu. Kali ini terpaksa aku dan dia
berendam di kolam umum tepat di pinggir danau. Tiada henti dia terkagum-kagum
oleh eloknya pemandangan.
Kita berendam dibawah pancuran air
hangat dia ada sebelah ku. Kini dia tidak seculun dulu potongan rambutnya
pendek dan jabrik. Sekarang dia terlihat lebih maskulin dengan kumis tipis
serta jenggotnya. Aku baru menyadari ternyata kita sudah sama-sama dewasa.
“Hei,” aku memanggil dia. “Koq sekarang
kamu ganteng?” Aku memujinya.
“Iya donk, kan buat orang terspesial.”
Balas dia dengan senyum misteri.
“Siapa orang itu?” Tanyaku penasaran.
“Rahasia.” Ucap dia sambil meninggalkan
ku. Dia menuju kolam yang tepat dibibir danau.
Aku hanya terdiam masih mencerna apa
yang barusan dia katakan tadi. aku mengambil kesimpulan dia sedang menyukai
seseorang atau bahkan mencintainya. Otak ku masih berputar siapa yang dia sukai
apakah wanita atau pria mungkin bisa saja itu aku? Aku mencoba menenangkan diri
dulu aku tidak ingin jadi GR-an.
Dari kejauhan aku melihat dia tersenyum
misteri kepada ku. Aku hanya membalas senyum seadanya saja karena kepala ini
masih berkutat dengan pernyataan dari dia. Semakin ku memandang dia ada rasa
ingin tahu siapa yang dia sukai. Aku mendekatinya lagi tujuan utama ku untuk
menyangakan siapa yang dia sukai.
Aku sudah tepat disampingnya. Dia
membalikan badan memandang tenangnya air danau dan dari kejauahan menjulang
tinggi tebing dinding kaldera. Aku sendiri bersandar di tepian kolam. Kenapa
bibir ini menjadi jadi kelu ketika ingin menanyakan suatu hal yang penting. Ada
perasaan yang mengganjal. Aku takut menghadapi kenyataan bahwa yang orang dia sukai
bukan aku.
Di bawah permukaan air tiba-tiba tangan
ku merasakan genggaman dari tangan dia. Hawa hangat menjalar ke atas otak ku
yang sedang beku mimikirkan isi hatiya. Sepertinya dia tau aku sedang bingung.
“Sudah jangan kamu pikirkan siapa yang
aku suka.” Dia mengatakan itu dengan pelan mencoba menangkan aku.
Aku menolehnya tersenyum. “Jahat saja
kalau sampai kamu nggak menceritakan siapa orang yang kamu sukai. Aku kan
sahabat mu.”
“Hei kenapa kamu yang jadi ngambekan?”
Dahi dia mengernyit melihat sikap ku yang menjadi seperti anak kecil. “Yang
berhak ngambek dan merajukkan itu aku.”
Secara reflek dia memeluk ku. Tubuh ini
menjadi kaku mendapat kejutan seperti itu. bebarapa pasang mata melihat kita
dengan aneh tapi dia tidak memperdulikannya. Aku juga tidak sanggup untuk
menepis pelukan itu karena aku menikmatinya.
“Aku kangen kamu banget.” Bisik dia
pelan di telinga ku.
Aku membalas pelukannya. “Aku juga kangen
kamu koq.” Jawab ku seadanya.
Dia melepas pelukan tetapi tangannya
masih menggenggam tanga ku. Aku sendiri canggung dan tidak tahu mau berbuat apa
dan mesti ngomong apa. Meskti sekarang sudah lebih tenang setelah mendapat
kejutan pelukan darinya.
“Ich bohong masa kangen sama aku?” Kata
ku dingin pura-pura tidak mempercayainya.
“Kalau nggak kangen kamu, mana mungkin
aku saat ini ada disamping mu.” Dia membalasnya dengan ketus. Tangannya masih
memegangi ku.
“Kan hampir tiap hari kita skype.”
“Tapi kan skype aku nggak bisa merasakan
pelukan dari mu.”
Aku merangkul dia. terlihat mimik senang
di wajahnya. Ternyata sifat manja ini memang belum pudar darinya. Dalam
rangkulan ku kepala menyender di bahu.
“Emag di Jogja kamu nggak meluk orang
lain? Pacar gitu misalnya.”
“Kan kamu tau nggak punya pacar.”
“Terus orang yang kamu suka itu?”
“Nanti aja aku jelasin. Sekarang ini aku
hanya ingin bersama mu. Ok?”
Aku tidak berkutik lagi ketika dia
mengatakan seperti itu. Sebenarnya aku masih penasaran siapa orang yang
maksudnya. Tapi aku tidak ingin merusak hari yang indah ini dengan perdebatan
yang. Selepas itu kita hanya ngobrolin kegiatan keseharian kita. Meski sudah
saling tahu karena hampir setiap saat kita juga berkomunikasi lewat telpon, sms
atau pesan instan.
“Udah hampir sore cabut yuk aku ingin
liat sunset.”
“Ouh iya kamu kan paling suka liat
sunset. Tapi kamu jangan nangis-nangis lagi ya,hehhehe.”
Kita beranjak dari pemandian itu jam 3
sore semoga masih bisa melihat sunset di pantai Kuta. Sebenarnya aku ingin
mengajaknya di pantai Balangan yang tempatnya lebih bagus tetapi terlalu jauh hampir
dipastikan malah nggak kebagian sunset.
Sekarang sudah ada di pantai Kuta.
Terlihat banyak sekali turis bule dan lokal yang sedang menantikan sunset. Ada
sebagian pengunjung yang mandi-mandian di tepian laut. Sedang aku memelih duduk
diatas empuknya pasir berwarna krem. Dia sendiri ada disamping ku menikmati
matahari yang perlahan pasti pasti menuju garis horizontal. Tangannya masih ku
genggam dengan erat.
“Kenapa kamu pegang tangan ku terus dari
tadi?” Suara dia terdengar lirih namun bernada senang.
“Aku mau menjaga kamu terus.” Aku
membalas apa adanya remasan tangan ku semakin kuat.
“Gombal ah,ahahahah.” Dia menanggapi
pernyataan ku yang dianggapnya bercanda. “Aku udah gede nggak perlu dijagain.”
“Kan aku udah janji sama kamu. Aku
jagain kamu sampai kapan pun. Mumpung sekarang lagi ketemu aku jaga kamu dengan
menggandeng tangan kamu.” Aku sedikit agak jengkel karena tadi dianggapnya
tidak serius.
Dia melepas genggaman tangan. Tetapi
tangannya berganti melingkarkan kebadan ku yang sama artinya setengah memeluk.
“Itu yang aku rindukan dari mu. Setiap
ada disisi kamu, aku selalu merasa aman.” Dia menengok pada ke hadapan ku.
“Selama di Jogja aku merasa hampa karena nggak ada njaggain aku. Biasanya kamu
selalu ada disisi ku.”
Hanya helaan nafas yang bisa kulakukan
setelah mendengar tanggapan dari dia. Apa itu tandanya dia mencintai ku atau
mengharapkan aku jadi “pelindungnya”?. Aku masih belum mengerti arti pesan yang
dia sampaikan.
“Maaf aku tidak menepati janji ku pada
mu. Aku malah meninggalakan mu di Jogja sedang kan aku lari disini.” Aku
tertenduk menyesali tidak ada disampingnya.
“Nggak perlu minta maaf. Aku sadar koq
kita kan punya kehidupan masing-masing. Disini kamu kuliah mencari masa depan
mu aku juga di Jogja mencari masa depan ku.” Kata-kata yang meluncur dari
mulutnya sungguh bijak memuat ku agak tenang sedikit. Dia berhenti sejenak
tetapi matanya masih menatap ku dengan sendu. “Walau kamu nggak disamping ku
tapi, aku merasa setiap malam kamu ada dihadapan ku.”
“Iyalah setiap malam kita skype,
menceritakan keseharian kita. Hahahaha.”
“Mungkin itu juga kali ya aku nggak
merasa kesepian karena kamu masih selalu ada untuk ku.”
Aku tidak tahan tatapan dia. Rasanya aku
ingin menciumnya. Tetapi aku mengurungkan melakukan itu karena terlalu ramai
disini. Meskipun aku yakin mereka tida yang menghiraukannya. Tetapi sama aja
ini adalah tempat umum.
“Aku masih heran kenapa ya kita masih tetap
dekat dan setiap hari berkomunikasi. Padahal aku juga sudah kehilangan kontak
dengna teman dekat ku yang lain.” Aku mencoba mengalihkan perhatian pikiran ku
yang ingin mencium dia.
“Iya juga ya. mungkin sebenarnya kita
sudah saling memiliki. Jadi rasanya sehari saja nggak ketemu rasanya nggak enak
seperti ada yang hilang.” Dia mencoba menjelaskan menurut logika pikiriannya.
“Hhhmmm saling memiliki.” Aku berhenti
sejeak mencari kata selanjutnya yang tepat. “Kayak pacaran aja saling
memiliki.” Kata ku ngasal.
“Emang selama ini kita nggak pacaran?”
Dia tersentak kaget dan cemberut. Mulai dech sifat anak kecilnya kumat.
“Lah kan waktu itu kamu yang nolak aku
waktu nembak kamu.”
“Iya sih…… Terus sekarang kamu mau nggak
jadi pacar ku?” Tanya dia dengan memandangku penuh harap.
Seketika itu pikiran ku blank. Aku belum
menyiapkan jawaban pertanyaan mendadak ini. kenapa dia tiba-tiba mengatakan
itu, maksudnya apa? Aku speacless.
No comments:
Post a Comment