PEMOTRETAN
Suatu saat akan datang hari yang dibayangkan oleh seseorang maupun
semua orang. Yaitu hari ketika semuanya tersenyeum tanpa keraguan (Heikou Sekai
– Aqua Timez)
Apa-apaan ini ruang redaksi pagi ini berantakan banget, banyak kertas berceceran
yang isinya printeran foto model dengan berbagai gaya. Majalah fashionpun
bertebaran dimana-mana. Aku sudah menduganya ini pasti kerjaannya Uyun, siapa
lagi coba yang ngublek-ngublek rubrik fashion selain Uyun. Tetapi orangnya koq
nggak ada ya, pasti dia lagi sibuk cari distro atau butik.
Begitulah keadaan kantor menjelang pemotretan fesyen dan cover.
Semua itu tanggung jawab Uyun, dari pemilihan talent, pilih baju, fitting costume
sampai remeh temeh aksesorisnya harus detail. Persiapannya seminggu sebelum hari
H pemotretan. Kalau yang begini biasanya mas Dita sering di culik Uyun untuk hunting lokasi
pemotretan dan audisi talent.
Meskipun ini bukan bagian dari job desk ku tetapi ikut kecipratan
juga, mas
Dita butuh asisten dan aku yang selalu bagian angkat light stand, light flash
atau pegangin gabus untuk refleksi. Begitu juga Uyun butuh asisten untuk
nemenin talent biar nggak bosen atau nyiapin baju beserta aksesorisnya untuk
pemotretan dan korbannya aku jika
Preti dan Liya sibuk. Sekali pemotretan ada 3 talent, 2
untuk fesyen dan satu 1 untuk cover.
Tahapan pertama yaitu pemilihan model baju untuk disesuaikan oleh
tema. Tahap ini Uyun bisa dua atau tiga hari bertapa depan komputer, browsing model baju,
bukan berarti Uyun plagiat loh cuma cari inspirasi aja. Kalau udah bertapa bisa
bergelas-gelas kopi ditenggaknya kadang sampai larut malem di kantor. Heran
dech, koq bisa betah banget di kantor. Efek dari begadang adalah ruang redaksi
berantakan kertas hasil cetakan print bertebaran sana sini, hanya untuk memastikan
layak atau nggak untuk ABG.
Sebenernya ada keuntungan di sesi garap rubrik fesyen, aku sering
diculik Uyun (kalau Liya lagi sibuk
ngurusin liputan adevertorial) untuk keliling kota cari
distro dan butik yang punya banyak koleksi sesuai diimajinasinya. Keuntungan
lainnya lumayan bisa kabur dari Bos, kan yang penting alasannya jelas dan sebagian besar kerjaan ku udah
kelar liputan, jadi aman saja ku tinggalkan kantor. Ada efek baik ikutan Uyun
hunting baju, gara-gara sering ngintil Uyun pilih baju jadi up to date tentang
fesyen. Harusnya sih Liya atau Preti secara mereka adalah cewek namun berhubung
Liya tomboy jadi suka nggak nyambung dengan fesyen feminim disodorinnya fesyen
perpaduan maskulin dan feminism lagian dia juga sibuk ngejar clientnya AE untuk
interview advertorial. Preti sendiri sudah terlalu sibuk untuk dengan kerjaan
ngedit tulisan reporter yang cakar ayam. Jadilah aku yang berkorban nemenin
Uyun.
Udah fix dengan distro atau butiknya Uyun dan Mas Dita mulai audisi.
Korban audisi ini terjaring dari Facebook, ada juga yang minta jadi model atau
bila lagi jalan ke sekolah ada yang sepertinya pantas jadi model, di undang lah ke kantor. Bagian ini
aku nggak ikutan karena bagi ku semuanya bagus, gimana nggak bagus mereka
putih, tinggi rambut tergerai indah, maklum ya masih normal jadinya kalau
disodorin cewek jadi dianggapnya bagus,hehehehe.
Setelah audisi barulah Uyun dan Mas Dita memilih mana yang dijadikan
fashion dan cover sekalian pilih beberapa cadangan. Saat ini adalah paling krusial
antara Preti, Uyun dan mas Dita. Preti sebagai editor harus liat dan ikut memilih karena dia
yang nantinya tanggung jawab langsung sama Bos. Seringnya sih Bos manut Preti dan Preti ngikut aja pilihan mas Dita dan Uyun. Mas
Dita sebagai fotografer harus bisa memilih yang fotogenik, karena model cantik
nggak menjamin difoto itu bagus. Uyun sebagai fesyen stylist mengukur kecocokan
antara tampang, badan dengan baju yang nantinya akan dipakai. Sedangkan aku
hanya pendengar setia percekcokan mereka.
“Tadikan udah audisi kata Mas Dita siapa aja? Aku sih pilih diantara
Mira, sama Paulin yang jadi cover,” ujar Uyun mulai diskusi.
“Covernya jangan Paulin dia kurang bule. Misel saja dia matanya biru
bagus banget. You know kan selera Bos yang bule-bule,” Preti menentang usulan
Uyun.
“Kristi aja lebih keliatan bule rambutnya pirang. Jelas kan keliatan bule banget.”
Mas Dita menunjukan foto cewek yang ada disudut kanan bawah monitor.
“Pakai Kristi aja kalau gitu untuk cover,” kata Preti singkat dan
disetujui oleh semuanya. “Fesyennya pakai Dista sama Liana aja bagus tampak
oriental pas kan sama tema Harajuku,” Preti kembali menetang usulan Uyun.
“Tapi Dista pendek Pret,” protes mas Dita.
“Selain Dista ada nggak? Cari alternative lainnya,” usul Preti
“Naomi, dia malah asli keturunan Jepang. Kemarin aku undang untuk
audisi tapi dia nggak bisa dateng soalnya lagi banyak ulangan. Ujar Uyun sambil
ngemil rujak yang ada di depannya. “Aku sama Mas Dita pilih Liana untuk yang cewek,” lanjut Uyun sambil
ngunyah rujak.
“Gini aja dech mending telpon Liana dulu bisa nggak untuk pemotretan
Minggu.” Celetuk ku sambil keluar ruangan karena aroma rujaknya sangat
menggoda. Emang ya kalau anak kostan itu ada aroma makanan gratis langsung aja
tau kayak ada
magnetnya.
Uyun segera ke ruang marketing untuk telpon Liana, ada fasilitas
kantor jadi harus dimanfaatkan donk. Nggak lama Uyun keluar.
“Liana nggak bias,” jerit Uyun bagaikan kena rampok. “Terpaksa dech pakai Dista sama Tiar
cowoknya. Tiar udah aku konfirmasi katanya bias.” Wajah Uyun yang kusut semakin semrawut karena
harapannya nggak tercapai dan belum rela kenapa harus Dista.
Biasanya pemotretan hari Minggu sebelum pemotretan fitting costum
dulu hari Jumat. Para talent sudah dihubungin
dari hari Selasa atau Rabu. Pilihan hari Jumat karena anak sekolah pulang cepet
jadi buat Fitting baju nggak ngambil waktu pulang kami. Pas fitting baju
seperti biasa aku nemenin Uyun. Pasti ada aja perdebatan nggak penting disuatu
distro
“Tong, Harajuku bukan gitu dech modelnya.” Uyun sambil nunjuk baju
yang ku tenteng.
“Ini Harajuku Yun, liat nih kerahnya berenda-renda dan ketat,” jawab ku ngeyel.
“Itu Korea
bukan Harajuku,” timpal Uyun ketus tanpa memberi penjelasan.
“Bagian mana coba yang Korea ?” aku makin kesal
“1. Itu warna pastel, Korea banget. 2. Pasti yang kamu
maksud itu model Harajuku Lolipop tapi juga nggak kayak gini juga modelnya
dress kalau yang Lolipop lebih ke Bohemian. 3. Itu terlalu ketat bisa
keliahatan vulgar kalau di pakai Dista.” Kelakar Uyun, wah emang stylist sejati
sampai apal detail. Aku cuma mantuk-mantuk pasrah.
“Tapi Uy…..” belum ngelanjutin kalimatnya tangan udah dibekap sama
Uyun, mungkin
udah kesal juga kali ya sama aku udah salah ngeyel pula.
Kemudian kulanjutkan mencari sepatu karena aku emang nggak bakat
untuk masalah baju. Ku temukan sepatu hak tinggi warnanya merah menyala ada
kerlap kerlip. Kalau ku lihat sih lucu, rasanya pengin nyoba aja tapi aku
langsung sadar diri kalau itu khusu untuk cewek. Ku serahkan Uyun
“Nih sepatunya lucu.” Kusodorkan sepatu cute itu ke Uyun.
“So cute…. Tapi modelnya nggak kayak gini juga kali. Paham nggak sih
temanya?” Taring Uyun jadi keluar dech seakan siap menerkam diriku.
“Kan Harajuku biasanya warnanya tabrak lari.” Pembelaan ku dengan
muka memelas.
“Tapi ini Harajuku urban bukan yang Bohemia atau Lolipop. Itu bagus tuh,” walau
sudah keliatan taringnya dia masih aja sabar banget ngadepin stylist gadungan
macam aku. Uyun menunjukan sepatu hak tinggi tapi dengan bahan sepatu kets sebenernya itu sepatu kets tapi dikasih hak.
Dari pada ngeribetin Uyun mending diem aja dech nggak ikut
pilih-pilih. Tapi rasanya gatel aja ingin bantu Uyun. Walau pun Uyun agak ketus
tapi sebenernya dia sabar banget. Ada satu perdebatan lagi, kalau kita ada baju
yang kurang pas dilihat.
“Uy, kayakanya baju itu nggak cocok dech buat dipake Dista,” kata ku
sambil menunjuk Dista pakai celana pendek model monyet dipadukan kemeja
kotak-kotak, tapi itu bukan masalahnya. Kaki Dista itu pendek dan betis besar
apa iya cocok pakai celana pendek.
“Masa sih? Bagus koq warnanya udah matching. Nanti tinggal ditambah
aksoris sama make up,” sangkal Uyun.
“Tapi Uy……Maaf ya Dis. Kaki Dista itu agak gemuk masa di pakai
celana pendek gitu apa nggak keliatan tambah….,” aku nggak melanjutkan kalimat takut Dista jadi ngambek.
“Nantikan pakai sepatu boots,” Uyun mulai mendebat.
“Tanya mas Dita dech,” kata ku pasrah dari pada mendebat. Kalau udah kaya gini
biasnya Mms
Dita yang jadi penengah karena dia melihat dari sisi kameranya.
Mas Dita segera lompat kehadapan Dista yang masih kebingungan atas
perdebatan aku sama Uyun.
“Kayaknya Entong bener dech, baju itu nggak cocok buat Dista,” komentar mas Dita singkat.
“Tuh kan
bener, wee….” Aku kegirangan, akhirnya aku menang juga,hehehe. Tapi tetep aja
Uyun yang paling jago urusan fesyen.
Fitting baju udah kelar tinggal nunggu hari Minggu untuk pemotretan
dan Sabtu malam aku harus tidur lebih awal karena pemotretan dimulai pagi-pagi
buta jam 6. Aku harus udah nyampe kantor jam 5. waktu malam juga saat yang
kritis karena biasanya aku dapet SMS dari Uyun.
“Tong…..help me, Tiar cancel pemotretan gara-gara dia sakit hati
putus ma pacarnya. Kamu ada penggantinya nggak? Urgent nih.”
Paling benci dapet SMS kayak gitu. Dan itulah sebelnya pakai model
anak sekolahan masih suka nggak professional suka ngebatalin janji seenaknya,
tapi kita juga ngga bisa menyeretnya pengadilan karena nggak ada kontrak, paling banter adalah
kita cuma bisa mengucapkan sumpah serapah dan mengirim kutukan, jahatnya ya….
Untung pas kasus Tiar ini bisa diatasi karena di kost ku banyak stok anak SMA
jadi bisa memakai jasa mereka meskipun tamapangnya pas-pasan, pas banget
jerawatnya lagi nggak ada, pas banget bodinya lagi bagus karena baru ikutan
fitnes.
Setelah masalah semua selesai waktunya sleeping handsome dech nggak
lupa pake masker biar gak kerutan, itu mah jadi sleeping ngondek dech. Baru aja
rasanya memejamkan mata. Sekitar jam 4 beker udah nakal
ngebangunin padahal juga masih jam 4.15 pagi. Tega banget nih Uyun sama mas Dita kalau buat jadwal
pemotretan menyiksa gini pagi-pagi buta harus bangun dan mandi. Mereka sih enak
punya ritual tersendiri pas sesi pemetrotean nggak ada yang mandi. Tapi masa
aku mau ikutan nggak mandi, udah ganteng gini bau iler nggak mungkin kan .
Semoga nyetir motornya nggak nyungsep pos polisi, berharap ditolong
pak polisi dech. Untungnya aja dari kost ke kantor deket tapi kalau ngesot juga
bakal lecet-lecet dech. Aku liat dari parkiran, kantor redaksi udah nyala
lampunya ku lihat juga ada motornya Uyun, mobilnya mas Dita dan motornya mbak Bianca sang make up
artist.
Begitu nyampe kantor langsung dech tidur lagi kursi teras depan, abis mau ngapain kagak di
make up juga. Aku liat mas Dita lagi nyiapin kameranya. Uyun sedang masukin baju ke koper dan ada mbak Bianca lagi mendandani talent. Kita semua
emang udah akrab sama mbak Bianca karena udah sering memakai jasa dia.
Dia paling hobi ngebanyol dan godain aku. Sama kaya Uyun, mbak Bianca selalu
menjaili aku untuk make up aku pas lagi tidur, kalau yang ini jadi sleeping
beauty dech. Bangun-bangun udah dikatawain talent karena aku jadi cantik
banget. Jahatnya lagi pas aku bangun nggak ada yang kasih tau kalau aku udah
berubah jadi cantik, aku juga nggak nyadar kalau wajah ku udah jadi cantik. Seperti
biasa kalau udah kelar make up langsung berangkat ke lokasi pemotretan jadi
selama perjalanan dan sampai tujuan aku juga ikutan kaya model full make up.
@@@@
Pas udah nyampe tempat lokasi. David yang dulu bekas talent sekarang
jadi ikutan kru buat ngarahin gaya. Preti juga udah sampai lokasi karena untuk
ngawasin jalannya pemotretan dan ada bapak tukang sapu yang nyebelin banget
Tukang sapu : “Mas cantik
banget”
Aku masih bengong, dan dalam hati “what!!! Orang macho kaya gini
cantik” aku masih nggak ngegubrisnya. Setelah dipikir-pikir kalau aku nggak ngebales
tengsin juga.
Aku : “Kenapa
pak? Naksir?” jawab ku ketus
Tukang sapu : “Idih masa
naksir sama warwor” (dengan ekspresi jijik)
Aku : “Abisnya
bapaknya godain sih….kali aja bapaknya sarap” aku masih kesel.
Tukang sapu : “Emang semalem
abis dari BI?” bapaknya masih aja godain. BI itu tempat banci Jogja mangkal
Aku : “Kok tau?
Bapaknya tadi malem make Mince atau Munah?
Aku ngeliatan Uyun, mas Dita dan yang lainnya ngakak kepingkel-pingkel.
Tukang sapu : “Maaf ya mbak
eh mas, tuh make upnya belum kehapus” sambil nahan tawa.
“Daiibak!!! Jahatnya ya kalian ngerjain aku, aduh masa orang ganteng
gini dipakein make up sih. Nanti mbak Lady Gaga takut kalah saingan sama aku. Mbak Bianca juga usil
bisa-bisanya ini pasti kerjaannya Uyun. rentetan kata ngedumel muncrat semua dari mulut
ku.
@@@
Uyun dan mas Dita biasanya suka aneh-aneh cari tempat untuk pemotretan pernah
di garasi mobil-mobil tua, gudang kantor pekerjaan umum yang isinya slender dan
alat berat untuk ngaspal jalan, pernah juga di pasar malam. Pokoknya mereka
aneh-aneh dech untuk buat pemotretan. Kali ini pemotretannya di trotoar dengan
background graffiti.
Ternyata udara pagi sejuk banget bebas dari polusi udara, jalanan
juga masih sepi banget. Ketahuan dech kalau jarang bangun pagi. Setelah semua
alat dan sudah diturunkan dari mobil dan sudah disiap waktunya pemotretan.
“Entong…..standby,” teriak mas Dita.
Aku yang lagi asik-asiknya ngelamun menikmati kota dipagi hari terperanjat kaget. Langsung
lari kesamping mas Dita.
Dista masih melakukan pemanasan wajah tetapi sudah siap di foto.
“Kamu melongo, ekspresi desperate kaya kamu habis ditinggalin cowok
kamu di tengah jalan, hadapnya Entong.” Instruksi mas Dita kepada Dista.
“Oh ya mending gaya
kamu.” David segera memberikan contoh kepada Dista. Inilah gunanya David kalau pemotretan nggak
sekedar penggembira saja tapi juga bagian dari koreografi. David ini model terkenal
Jogja walau masih kelas 10 dia udah sering jadi juri lomba model.
Kenapa harusnya menghadap aku? Kenapa nggak ngadep tukang sapu aja? Gimana
sih rasanya kalau kita ditatapi lama banget apa lagi dengan ekspresi putus asa
gitu, yang ada aku salah tingkah dan cengar cengir sendiri. Dista yang udah
serius banget ngeliat aku malah jadi senyum-senyum. Kemudian mas Dita pasti ngomel-ngomel
ke aku.
“Entong jangan cengar cengeri donk, Dista nggak bisa kosentrasi.”
“Kalau gitu jangan ngadepin aku donk. Gini aja dech aku membalikan
badan aja”
Setiap pemotretan pasti akan terdengar teriakan dari mas Dita seperti ini:
“Entong…..standby.”
“Entong tembak flashnya ke wajah.”
“Entong bawain stand lamp.”
“Entong arahin lampu ke badannya.”
“Uyun…benerin poni talent.”
“Uyun… roknya di plorotin dikit,” ups, maksudnya bukan roknya Uyun yang diplorotis
tapi roknya talent yang terlalu tinggi diplorotin sepinggang.
“David, jangan filtring terus sama talent dia nanti nggak kosentrasi,”
Dan Uyun pasti bakal sering mewanti-wanti
“Yang hati-hati ya kalau merubah pose, barang kali banjunya nyangkut atau dilihat dulu
tempat bersih atau nggak biar nggak kotor.”
“Sepatunya dipakai pas mau difoto ya, liat-liatnya jalannya jangan
sampai nginjek benda aneh-aneh.”
Sedangkan David paling hobi ngegombalin para talent, dia ini playboy
pacarnya ada dimana-mana (ssttt ini gosip loh…..). inilah rayuan maut dari
gosip.
Disaat talent sedang pose, David melancarkan rayuuannya, “Kamu
pandangannya ke aku saja, tatap mataku, biar cinta ku tersalurkan lewat sinar mata kaya cinta
pada pandangan pertama.” Gubrag, konsetrasi talent jadi bubar.
Setiap ada kesempatan David mengambil hati para korbannya. Contohnya
pas istirahat makan. “Kamu kalau makan, makanan yang sehat ya…..biar anak kita
sehat dan ganteng kaya papahnya, cantik kaya mamahnya.”
Masih banyak lagi kegombalan yang lancarkan David ke talent. Ada
cuek-cuek aja nggak nanggepin. Tapi nggak sedikit mereka yang terjerat oleh
rayuannya sampai klepek-klepek. Dukunnya mantap nih kayaknya aku perlu ikutan
juga biar nggak jadi jomblo abadi,hahaha. Entah gimana caranya David bisa
ngatur jadwal ngdatenya.
Satu sesi foto satu model baju aja bisa memakan waktu 15-30 menit
padahal foto yang dipakai cuma satu. Kadang aku ngerasa heran kenapa kenapa
bisa lama banget gitu padahal cuma jemprat jepret modelnya lenggak lenggok atau
main ekspresi. Mungkin beda juga kali ya penilaian dari mas Dita mana yang bagus
atau nggak.
Begitu model selesai difoto langsung diseret Uyun untuk ganti baju. Pasti
ada aja kegaduhan antara Uyun dengan Preti. Lupa pasangan antara gelang degan
baju yang untuk dipakai sang model. Belum lagi pasti Uyun senewen dulu kalau
ada sepatu yang kena noda yang kena amukan pasti Preti, nggak mungkin juga kan
ngamukin model.
Pemotretan cover nggak kalah ribet sama pemotretan fesyen. Padahal
yang diambil itu setengah badan dari kepala samapai dibawah dada dikit
mentoknya samapai perut. Tapi bisa makan waktu lama juga. Susah
banget dapetin ekspresi yang pas udah gitu riasan wajahnya harus detail.
Padahal yang dipakai cuma satu dan cover adalah penentu dari suatu majalah.
Kalau covernya udah ancur siap-siap jadi cibiran dari para ABG labil.
“Hore….sudah kelar pemotretan.” Teriak Uyun, disambut tepok tangan kru
pemotretan dan modelnya.
@@@@
Selesai pemotretan nggak sampai disitu aja masih ada kelanjutan lainnya. Foto hasil jepretan
foto Mas Dita diserahin ke Bos untuk dipilih mana yang layak untuk dicetak majalah. Saat ini
adalah yang mendebarkan untuk Uyun karena mau nggak mau dia harus siap menerima
pujian atau semburan naga.
Seperti biasa sebelum menyerahkan file pemotretan Uyun
menjampi-jampi dulu agar Bos jadi jinak. Teman-teman yang lain juga ikut
menyemangati
“Ayo Yun maju kamu pasti sukses,” aku turut menyemangati. Kita semua juga
merasakan perasaan yang sama pada Uyun tiap kali akan menghadap Bos.
Sekejap kemudian Uyun sudah menghilang ditelan pintu ruangan marketing
tempa bersemayam Bos. Secara serentak temen dari redaksi menunggu diluar pintu padahal
depan ruang redaksi ada mejanya Preti, samping Preti ada meja Uyun di depannya
ada mejanya aku dan Liya tadinya sih singgasana Peppy tapi dia tak kunjung kembai jadi diganti
Liya. Kita di ruang redaksi pun
mengadakan ritual komat kamit membaca mantra semoga hasil pemotretan kemaren
behasil. Dari dalam ruangan sih sunyi-sunyi saja itu tandanya Bos lagi
memeriksa hasil jepretan.
Tak lama kemudian Uyun muncul dari balik pintu dengan wajah yang
ceria. Itu menandakan pemotretan sukses dan mendapat pujian. Kalau setengah
manyun pemotretan sukses tapi mendapatkan sayatan kritik dan ada aja yang
diprotes. Paling parah kalau nangis-nangis berarti pemotretan gagal total alias
diulang. Tapi untung itu jarang terjadi.
Bikin rubric pemotretan sesuatu yang ribet, paling nggak buat
sebagian orang. Pertama Uyun dia sebagai stylist harus bikin konsep pemotretan
dari tema yang akan ditampilkan. Udah bikin tema harus cari baju dan aksoris
yang pas, tentunya sesuai dengan tema. Yang lebih penting harus enak dipandang
mata dan matching, baju mahal nggak menjamin juga bagus dipakai. Urusan pakaian
harus diseuaikan dengan modelnya.
Modelnya ngga perlu ganteng atau cantik tapi harus foto genic. Model
bagus nggak menjemin pemotretan lancar. Kadang mereka nggak pas untuk di foto
atau pas sesi pemotretan mereka ribet sendiri nggak dapet angel yang pas. Bila
perlu kita ambil talent yang emang beneran foto model. Bila foto model emang
udah biasa dengan pemotretan jadi dia tahu harus gimana pada waktu di foto
mulai dari koreo, mimic wajah sampai make up. Fotografer tinggal mengarahkan
saja.
Stylist juga harus mengurus tempat pemotretan, mulai dari pemilihan
tempat sampai ijin (kalau perlu ijin). Pemilihan
tempat bisa didiskusikan sama fotografer yang penting nyambung sama tema yang
akan ditampilkan. Kalau bisa sih pilih tempat yang medannya ngga ribet ya
soalnya kan tuh wardrobe nyewa jika rusak ditanggung penyewa apalagi kalau
bajunya mahal-mahal. Kena noda yang nggak bisa ilang atau rusak sedikit aja
pemilik toko nggak mau menerima lagi alias mau nggak mau harus dibeli tuh baju.
Jadi pilih tempat yang aman yang resiko kerusakan baju atau sepatu sedikit
sekali.
Namanya juga pemotretan pasti membutuhkan fotografer ya emang foto
alay yang bisa foto sendiri,hehehehe. Fotografer tugasnya nggak hanya memotret
saja tetapi dia juga bisa mengarahkan gaya dan mimic. Fotografer punya tugas
lain menjaga mood sang model biar tetap stabil. Nggak bangetkan kalau tiba-tiba
sang model bad mood gara-gara kucingnya kawin lari, sang fotografer bertugas
menghibur atau membuat mood model kembali baik (perlu sekolah psikologi juga
kali ya?). Mood yang bagus dari model pasti hasilnya juga bagus.
Udah pemotretan waktunya di layout. Masa hanya foto terus ditempel
di kertas majalah nggak mungkin juga kan. Layouter bertugas mempercantik
tampilan di majalah. Bisa ditambah pernak pernik lucu dibingkainya atau
mengedit foto biar keliatan lebih halus. Terpenting adalah menjaga warna agar
nggak lari (emag anak kecil yang lincah lari sana sini), maksudnya adalah warna
asli di kamera harus seusai dengan di majalah biasanyakan ada di softcopy warna
merah eh pas dicetak jadi merah muda.
AE juga kebagian tugas loh…… dia kebagian tugas cari sponsor alias
cari toko baju yang mau bajunya dipinjem oleh majalah. Mereka muter-muter dor
to dor cari toko. Tentunya toko yang mereka tuju juga disesuaikan tema
pemotretan. Nggak mungkin juga kan pemotretan dengan tema K-Pop eh AE malah ke
butik busana muslim. AE juga yang bikin perjanjian hitam putih dengan yang
punya butik. Barulah diserahkan pada stylist untuk memilih baju yang akan
dipakai.
Rubrik fesyen ini ujung tombak dari sebuah majalah karena inilah yang dicari dari
pembaca. Kebanyakan para pembaca begitu pegang majalah yang pertama dilihat
adaah rubrik fashion. Jadi sebisa mungkin fashion yang ditampilkan cetar
membahana itu katanya Syahrini.
Fashion yang ditampilkan nggak mesti sesuai dengan tren. Stylist
bisa menyajikan sebuah fashion yang lain. Jika ngikutin fashion yang sedang
tren resikolanya adalah bisa jadi korban perbandingan dengan majalah lain dan
tema juga pasti udah basi kan semua majalah menawarkan yang sama. Tetapi jika
ingin sebuah fashion yang berbeda harus percaya diri kalau fashion yang kita
suguhkan emang benar-benar menarik. Tentunya perlu persiapan yang panajang
kalau kaya gini biar nggak gagal.
Prinsip fashion kita ikutan-ikutan sama dengan lain bisa jadi basi
atau buat sebuah trendsetter baru tentunya lebih membagakan.
No comments:
Post a Comment