Thursday 18 April 2013

Pelarian 3

Setelah acara makan malam yang menggalau sekarang saatnya Fian dan Lindsay bergalau ria berkeliling Kota Jogja. Awalnya sih mau lanjut minum hot coklat tetapi perut masih kenyang dan Lindsay belum bernafsu untuk duduk di cafe.

Kota Jogja dimalam Minggu macet dimana-mana namun tetap enak untuk diputari. dimulai dari warung makan Kindai Fian menyusuri jalan menuju Selokan Mataram. Setelah menyebrang selokan tersebut rasanya gatel mampir ke distro OB yang di jalan Nologaten  namun Fian kembali mengurungkan karena terlalu ramai didalamnya.

Jalan Nologaten sangat ramai hilir mudik mahasiswa yang sedang cari makan, daerah sini memang banyak sekali warung makan yang harganya terjangkau untuk mahasiwa dan disini pula banyak tempat tongkrongan tentunya sesuai ukuran kantong mahasiswa. akhirnya berhasil menembus jalan Nologaten sekarang masuk Jalan Solo yang lebih ramai lagi dari pada Jalan Solo. Terlihat antrian mobil yang mencoba masuk ke Plaza Ambarukmo. Di depan Hotel Ambarukmo Fian memutar balik ke arah kota. Ternyata lebih ramai lagi jalan yang menuju arah kota. Fian terus mengendarai motornya menelusuri Jalan Solo sampai di perempatan Gramedia belok kiri menuju arah Kota Baru lalu melewati bunderan menuju jalan Abu Bakar Ali setelah melewati jembatan kleringan pilihannya dua lewat Malioboro atau belok kiri menuju Jalan Mataram. Fian lebih memilih pilihan yang kedua.

"Kita mau kemana?" Tanya Lindsay yang akhirny menanyakan arah tujuan menggalaunya.
"Nggak tau mbak, lewat Malioboro pasti macet banget." Ternyata Fian juga masih bingung harus kemana. "Ke TBY ajah ya. barang kali disana ada pertunjukan." Fian mengusulkan tujuan berikutnya.
"Boleh dech kesitu saja. Aku juga suka pertunjukan seni."

Fian segera tancap gas menuju Taman Budaya Yogyakarta. Hampir setiap minggu disini pasti ada seni pertunjukan dan tempat berkumpulnya berbagai komunitas seni. sesamapainya di TBY, Fian memarkirkan motornya di depan gedung. Gedung putih menjulang disampingnya ada bangunan lebih kecil bercirikhas rumah bangunan Belanda.

Ternyata di pelataran gedun ada sebuah pertunjukan seni tari tradisional Dayak. Fian dan Lindsay mengambil tempat duduk paling belakang. Berapa saat keduanya menyimak tarian yang ada sedang dipentasakan, mereka juga saling diam. Namun Fian melihat ada sesuatu yang dipikirkan oleh Lindsay, tatapanya kosong dan mimik wajahnya masih saja terlihat sedih.

"Whats wrong mbak? Koq keliatan sedih lagi?" Fian memberanikan bertanya pada Lindsay.
Lindsay jadi kaget "Eh kenapa?"
"Kenapa Mbak Lind sedih lagi, padahl bagus tuh tariannya keceriaan." Fian mengulangi pertanyaannya.
"Aku inget dia lagi......" Sepertinya Lindsay ingin meceritakan lebih lanjut detail ceritanya.
"Lalu, ayo ceritakan aja" Fian memancing agar Lindsay mau berbagi kisahnya.

Lindsay menengok Fian memastikan Fian akan serius mendegarkan ceritanya.
"Kita itu sering ke sini, kita sama-sama suka seni." Lindsay kembali bercerita kali ini mecoba menahan tangisnya.
"Koq nangisnya di tahan? lanjutin aja nangisnya." Kata Fian sambil senyum.
"Gimana mau nangis kalo kamu senyum gitu.hahahaha" Lindsay malah tertawa karena tingkah laku Fian, tetapi air mata Lindsay masih saja menetes.
"Masa aku juga harus ikutan nangis. Nanti yang ada dikarain kita orang gila, nonton pentas tari lucu gitu malah ketawa-tawa. hahahaha." Fian malah mencoba menghibur Lindsay.
"Pindah ajah yuk disini malah gak bisa cerita, terlalu berisik. ke situ aja ada yang jual jagung rebus."

Mereka pindah tempat duduk ke luar pagar dari komplek TBY. Ada penjual jagung rebus yang sedang mangkal. asapnya mengepul banyak tumpukan jagung dan kacang terlihat masih segar. Lindsay menghampiri penjual tersebut lalu mengambil dua tongkol jagung dan dua buah pisang.

Fian sendiri menghampir penjual wedang ronde dan memesan dua mangkuk. Lalu duduk di bangku panjang depan penjua ronde. Lindsay yang membawa makanan menawarkan pada Fian, Fian hanya mengambil jagung.

"Jadi aku kalau ketemu dia itu selalu di warnet, jadi kita pacara di warnet." Lindsay tiba-tiba ngomong membuat buyar kosentrasi Fian yang sedang asik menyingkirkan rambut jagung.
"Ich kayak gak ada romantis-romantisnya. pacaran koq di warnet." Komentar Fian sumbang.
"Halow, kita ini backstreet ya jadi harus cari tempat yang aman biar gak ketemu monyetnya,"
"Emang dia punya monyet po? terus monyetnya jadi mata-mata istrinya?"
"Hadew....monyetnya di baca istri"" Lindsay berkata ketus pada akhir kalimat dan gemes juga sama Fian yang terlalu polos.
"Ouh gitu toh....." Fian mengangguk mengerti. tetapi kali ini Fian benar2 acuh terhadap Lindsay karena asik makan jagung rebus.

Lindsay sendiri malas-malasan makan jagung. Namun Lindsay masih semngat untuk terus bercerita dan sudah tak peduli apakah Fian mendengarkan atau tidak.

"Kita juga sering ketemu di Solo. Dia naik bus, aku sendiri naik kereta nanti ketemu di depan stasiun."
"Ribet amat sih" Kata Fian yang ternyata masih menyimak cerita Lindsay. Kali ini tangannya tidak lagi memegang jagun tetapi sudah tergantikan mangkok wedang ronde.
"Kita selingkuh main cantik donk ah." Balas Lindsay senyum-senyum.
"Ich waria kali cantik,hahahahah" Fian mencoba ngelawak,
"Ya kan biar aman kalau nanti ada yang liat kita pacaran di kereta gimana?"
"Wah bener juga ya. ini bisa jadi pelajaran donk. pertama pacaran di warnet yang nggak ada CCTVnya. Lalu ngdate di Solo."
"Ada satu lagi. Bila perlu kita pergi keluar kota yang jauh jadi tambah amankan. terakhir kita ke Jawa Timur." Lindsay malah ngajarin Fian cara aman untuk selingkuh.

"Tapi sekarang semua sudah berakhir mbak. Sekarag nggak perlu kayak gitu lagi.

Deg. Fian menyadarkan Lindsay lagi kepada dunia nyata bahawa sekarang sudah putus

"Huaaaaaa" Lindsay kembali sadar atas kegalauannya.

Semuanya kembali jadi senyap. Lindsay tidak melanjutkan ceritanya lagi dan Fian masih sibuk dengan wedang rondenya.

Tiba-tiba terdengar bunyi ring tone handphone dari tas Lindsay. Lindsay segera mengambil handphonnya.
"Ini dari dia......di angkat nggak?" Lindsay minta saran sama Fian.
"Angkat saja."

Lindsay segera mengakat telpon dan pelan-pelan menjauh dari Fian. Fian sendiri nggak peduli yang penting bisa ngelanjutin makan jagung dan pisang rebus.

Tak berapa lama kemudia Lindsay muncul lagi di hadapan Fian.

"Aku nggak jadi putus" Mata Lindsay terlihat berbinar-binar bahagia.

-Tamat-

No comments: