Saturday 29 June 2013

Semalam di Jogja

Malam ini adalah terakhir kalinya Fanya di Jogja namun ada kebencian di raut mukanya. Sebenarnya sudah tiga hari Fanya di Jogja tetapi acara liburan berantakan dan jauh dari harapan. Kegiatan fanya hanya berkliling Malioboro. Fanya jadi menyesal sekali datang ke Jogja padahal Fanya ingin sekali berlibur ke Kamboja tetapi tetapi sudah kadung janji dengan temannya.

Seharusnya Fanya berlibur dengan Rafli tetapi itu hanyalah sekedar rencana nyatanya sampai saat ini Fanya belum bertemu dengannya. Fanya berkenalan dengan Rafli dari chating, dari hari kehari mereka semakin dekat dan menjalin persahabatan. Mereka sepakat akan bertemu di Jogja karena letaknya di tengah Fanya yang tinggal di Jakarta sedangkan Rafli tinggal di Denpasar.

Tragedi itu muncul 3 hari sebelum keberangkatan. Pertengkaran itu terjadi masalahnya cuma sepele. Rafli sangat kesal terhadap sikap Fanya yang heboh sendiri mungkin lebih tepatnya lebay. Bagi Rafli Fanya itu nggak jelas, sedikit-sedikit ngambek semua account yang berhubungan dengan Rafli di hapusnya entah itu Facebook, Twitter, Line, dan nomer handphone dan bila merasa sudah marah di add kembali. Rafli belum lagi Rafli kesal Fanya terlalu cemburu, bila Rafli ngobrol dengan wanita lain di chatroom Fanya langsung ngamuk dan marah membabi buta.

Akibat keributan itu sekarang Fanya jadi sendirian. Fanya juga tidak mau tau kabar Rafli, tidak keberadaan Rafli dimana. Meskipun kangen tetapi terlalu gengsi untuk menghubunginya. Fanya berangggapan bila dia menghubungi Rafli nanti dia jadi besar kepala. Setiap kali ada permasalah Fanya lah yang telebih dahulu untuk mengontaknya kembali, sekarang Fanya sudah enggan melakuannya lagi. Kalau Rafli memang masih cinta harusnya dia donk yang memulai untuk berbaikan dulu. Kali ini Fanya juga ingin mengetes apakah Rafli memang masih membutuhkan dirinya atau tidak.

Jam tanganya Fanya menunjukan jam 11 malam, Fanya merasakan bosan di kamar hotel cuma menonton televisi. Akhirnya Fanya memutuskan untuk pergi ke warnet dekat hotel. Siapa tau Rafli ikutan on line, walau on line juga nggak ngaruh. Apa pedulinya juga kalau Rafli on line paling dia sedang menggoda cewek di chat room dengan rayuan dan tipu muslihatnya. Sesampainya di warnet Fanya langsung membuka chatroom tempat tongkrongannya. Ternyata tidak ada Rafli cuma ada beberapa teman ngobrolnya.

Waktu sedang asik-asik ngobrol di chatroom ada query dari Yana, dia sahabat Fanya dan Rafli di dunia maya.  Yana saat ini tinggal di Manado, dia seorang cowok.
Cin lu dimana?
  Di warnet

Jawab Fanya malas-malasan, sebenernya Fanya lagi pengen ngobrol di room aja lebih enak disitu karena bisa ngobrol rame-rame.

Maksud gwe tuh, lu di Jogja kan?
Abunden.
Isshh, Lu gak ketemuan sama Rafli?
Buat apa?
Lu koq gak semagat gitu sih? Masih berantem sama dia?
ich kepo sih, mau tau banget atau mau tau aja?
Ye…..ni anak. Cus temuin dia donk. Dia lagi di Jogja.
Ogah cong….
Lagian nggak kenal dia siapa
SUMPEH GAK KENAL? AWAS YA LO TELPON GWE SAMBIL MEWEK2 NYESEL GAK KETEMU RAPIAH.
Isshhh koq gitu sih lu kan sahabat gwe satu-satunya.
Tadi tuh Rapiah on line dia banyak curhat. Ya udah sih telpon dia.
Ogah cong……

Fanya agak kesal oleh desakan Yana. Emang segampang itu telpon Rafli, pake nyuruh-nyuruh segala. Dalam benak Fanya, seberapa ngerti sih Yana tentang hubungan aku dengan Rfli seenaknya main perintah.

Kalo dia yang pengen ketemu sms donk, telpon keq atau apalah jangan cuma diem aja.
Dasar ya kalian tuh sama2 gengsinya gede.  Udah sih kalian tuh cuma miss communication aja.
Lo juga gak mau kan liburan lo sia2 gak ketemu dia.
Sebenernya kalian tuh lagi sama2 nungguin kabar tapi berhubung pada gengsi pada gak mau kontak duluan.
aku gak gengsi koq, tapi....
Tapi apa? Kangen juga toh?
Kamu nginepnya dimana?
Deket Tugu Jogja
Jiah….deket banget donk sama dia.
Sabodo teiung. Lagian dia pasti sibuk sama “adek”nya itu lah.
ich sotoy dia lagi nunggu kamu tau.
Kalian tuh sama2 baru kenal so pasti banyak salah paham terjadi. Kalo nggak di komunikasikan bakal ribet sendiri. Yang satu ngambekan yang satu gengsian gimana bisa ketemunya padahal kalian saling sayang.
Kalian tuh masih proses adaptasi saling mengenal lebih jauh. Proses kenalnya perlu ketemu juga kan? Ketemu langsung beda loh dengan chating. Sapa tau bisa mengclearkan masalah.
Lo nggak sayang liburan hangus gitu aja, Cuma gara2 gengsi siapa yang nelpon duluan. Kalo lo itu gue gak perlu gengsi nelpon dia dulu. Toh ketemu manusia juga bukan dedemitt,
Masalahnya gwe gak tau no hp dia berapa!!! Puas!!!

Fanya kesal dengan serentetan postingan Yana yang seakan menyudutkan dirinya lah pihak yang bersalah.

081931000XXX itu no telponnya, cuz sekarang telpon dia. GAK PAKE GENGSI. Dan gak pake TAPI
Thx ya. Nanti ku telpon dia atau sms
Fanya mengatakan seperti itu agar kebawelan Yana cepat berakhir. Fanya mearasa sudah cukup diceramahi Yana.

  Eh cin… kalian sebenernya udah jadian belom sih?
Belom.
Ouhbelom toh, gwe pikir udah jadian. Abis kalian kalau di room udah mesra gitu. Anak-anak yang lain pada ngira udah jadian loh.
Ouh gitu. Tapi gimana ya, aku sebel juga sam dia sih. Liat aja kelakuan dia di room.
Jiah….dia cuma becanda aja kali.
Yan, sebenernya dia sayang gak sih sama aku?
Sory iya kalau itu aku nggak tau, mendingan kamu tanyain langsung aja sama anaknya.
Kamu kan deket sama dia masa gak tau.
Helow buk!! Gwe dimana dia dimana gitu. Kita emang deket cuma di chat room aja kali. Aslinya aja gwe belum pernah liat tampang dia gimana. Kan aku belom opernah ketemuan sama dia.
Iya juga sih….tapi menurut kamu sendiri gimana?
Kagak tau, dari pada kamu penasaran cuzz temuin dia sekarang. Dah ah gwe mo tidur disini udah jam 12. Gak baugus gadis perawan kayak gwe tidur pagi. Gwe bukan kunti.
Ya udah dech thx ya banci.

Fanya mengakhiri chating dengan Yana. Kata-kata chatingan tadi terngiang di benaknya. Setelah di pikir emang bener Yana juga ya. Hubungan ini masih seumuran jagung pasti masih banyak belum tahu tentang sifatnya dia. Lagian tujuan ke Jogja kan buat ketemu dia masa sia-sia juga.

Perasaan Galau menghampiri Fanya menghubungi Rafli atau membiarkan begitu saja. Fanya yakin pasti Rafli tidak akan menghubunginya karenea sikap Rafli yang keras kepala.  “Tapi kalau aku hubungin dia pasti dia ke GR dan dia pasti jadi sok yang dibutuhin”

Tiba-tiba hp nya berbunyi tanda ada Whatsapp masuk

 From: Yana Bintjung
Mak, cuz udah gak usah di ratapi lagi sms aja or telpon dari pada tar lo nyesel. Positif thiking aja, seenggaknya tau kabarnya dia

Fanya malas membalas Whatsapp dari Yana. Ternyata Yana tau benar apa yang dibenak Fanya, bahwa dirinya masih ragu untuk menghubungi Rafli. Dengan penuh keberanian akhirnya Fanya SMS Rafli

To: Rafli
Hai. Lagi apa? Pa kabar?

Fanya mengirim  sms itu ke Rafli tanpa mengharapkan balasan. Fanya keluar dari warnet dan berjalan tiada arah. Seperti adegan sinetron saja seorang gadis yang di campakan begitu saja oleh pacarnya di tengah jalan.  Perasaan gusar menghinggapi Fanya, dan berfikir betapa bodohnya mengikuti saran dari Yana. Benar juga kan Rafli tidak akan membalasnya. “Ah ya sudah lah dia memang buka jodoh ku,” Fanya membatin.

Tanpa sadar Fanya sudah sampai di Jembatan Sayidan artinya Fanya sudah cukup jauh berjalan tetapi tidak dirasakannya. Rasa kaku menjalari kakinya, capek banget berjalan sendirian kaya orang bego di kota yang tidak dikenalnya. Mungkin inilah perbuatan paling bodoh yang dilakukan Fanya hanya karena cinta.

Saat sedang duduk di bahu jembatan datang seorang pemuda atletis yang menggunakan motor dengan helm menutupi seluruh mukanya. Fanya jadi langsung takut kalau dirinya akan jadi korban perampokan atau apalah. Fanya  langsung berdiri dan bersiap kabur. Tetapi masih penasaran sosok yang didalam helm tersebut. Pemuda tersebut merogohkan tangnnya ke dalam saku dan dalam imajinasi Fanya pemuda tersebut akan mengeluarkan senjata.

Fanya langsung lari tunggang langgang karena ketakutan. Kakinya lemas sekali bukannya lari tetapi malah berjalan pelan karena saking capeknya. Dia mengumpat pada dirinya “Sial giliran genting kayak gini malah gak bisa lari.” Fanya mendengar suara langkah kaki membuntuti di belakangnya belum sampainya melewati jembatan pundak Fanya di tepuk oleh pemuda tersebut.

Perasaan takut menjalar sekujur Fanya. Dirinya sudah pasrah menjadi korban kejahatan di Jogja. Benar-benar liburan paling menjengkelkan. Tetapi kenapa pria tersebut tidak bersuara dia Cuma menepuk. Fanya mematung karena terlalu takut untuk menengok. Berhubung tidak ada respon dari Fanya. Dua tangan mecengkram erat lengan Fanya. Fanya langsung mengejamkan mata sebagai reaksi ketakutan yang berlebihan.

Cengkramann itu semakin kuat ketika membalikan tubuh Fanya. Setelah membalik badan Fanya masih saja merem dan siap akan berteriak.
“Fany…..Fanya…..” Panggil pria tersebut suaranya berat terdengar maskulin.

Perlahan-lahan Fanya membuka matanya. Fanya melihat sosok pria tesebut dengan sedikit jenggot di dagu dan pinggiran pipinya. Fanya merasa belum pernah bertemu dengannya tetapi seperti mengenal pria tersebut. Fanya langsung befikir keras siapa yang ada hadapannya.

“Ini aku Rafli, Fany,” Rafli mengguncangkan badan Fanya untuk menyadarkan dari ketakutannya. “Aku Rafli, katanya dia lagi.

Barulah Fanya memahami perkataan Rafi dan menghela nafas dalam-dalam.
“Kamu koq tau aku disini” Tanya Fanya heran.
“Bodoh,” Rafli menanggapi dengan ketus. “HP kamu kan tersambung GPS. Tadi aku request your location dan kamu menanggapinya jadi kelcaklah.” Rafli masih saja ketus menjawab pertanyaan Fanya.
“Sejak kapan kamu disini?” Tanya Fanya mengintimidasi.
“Aku udah tiga hari disini.”
“Ouh pasti kamu asik masyuk dengan “adek” mu itu.” ucap Fanya nyinyir sambil berusaha melapaskan tangan Rafli yang masih mencengkrap lengannya.
“Koq kamu gitu sih?” Rafli kecewa atas tanggapan dari Fanya.
“Aku benci kamu.” Fanya tampak geram karena seperti tidak ada rasa penyesalan dari Rafli yang tampangnya datar-datar saja.  Air matanya tak kuat lagi bendung, sakinng jengkelnya.

Lalu Rafli memeluknya erat dan tidak peduli mereka berpelukan di tempat umum. Jalanan memag sudah sepi. Karena sekarang sudah tengah malam.
“Jagan marah Fanya……” Rafli mencoba menenangkan Fanya. “Maafkan aku,” pinta Rafli dengan gantleman.
“Aku benci, kenapa kamu tidak menghubungi aku?” Tanya Fanya pelan, sambil menahan tangis. “Aku benci kamu mengabaikan aku disini.”
Masih dalam pelukan Rafli mengucapkan. “Maaf. Aku memang salah seharusnya aku menghubungi kamu karena kita memang sudah janjian bertemu di Jogja.”
“Cuma itu?” Fanya masih ingin jawaban lebih dari Rafli, lalu melepas pelukannya.
“Emang kamu saja yang bisa benci?” Sikap Rafli berubah lagi menjadi jutek. “Aku sebel tau kamu yang suka ngambekan, kamu yang suka delete nomer hp atau semua account.”
“Tapi selalu aku dulu kan yang menghubungi mu. Kamu nggak pernah telpon aku dulu waktu kita marahan.” Fanya tidak mau kalah dengan Rafli.

Rafli segera memeluk Fanya lagi dan berusaha menenangkan. “Maaafff, mungkin dengan sejuta maaf belum pantans untuk di maafkan. Tapi itu biar lah jadi masa lalu cerita kita. Kita bisa memulai dengan yang baru. Jangan marah atau sedih lagi ya”.

Suasana romantic menggelayut di hadapan mereka lampu biru temaram menghias perkampungan disisi sungai Code. Bulan purnama menjadi saksi perdamaian mereka. Meskipun ini adalah pertemuan pertama mereka tetapi seperti sudah sering bertemu mungkin ini akibat dari sudah akrabnya di dunia maya.

Mereka tidak menyia-nyiakan waktu pertemuan yang tersisa sedikit. Rafli ingin menghabiskan mala mini dengan berdua saja dengan Fanya untuk menebus beberapa hari yang hilang sia-sia karena ke egoisan tidak ada yang mau mengalah untuk memulai berkomunikasi terlebih dahulu.

“Nih helmnya di pake.” Rafli memberikan helm warna pink yang khusus dibawanya untuk Fanya.
“Koq warna pink sih, aku kan gak suka.” Protes Fanya bibirnya manyun, kedua tanganya di umpetin ke balik belakang tanda enggan menerima helm itu.
“Adanya ini,” balas Rafli jutek. “Kalau nggak mau make juga nggak apa berarti nggak bisa jalan-jalan.”

Mau nggak mau dan tanpa memperdebatkan lagi Fanya menerima helm yang telah dibawa oleh Rafli. Senyum manis Rafli mengembang dan dibalas dengan senyuman pula dari Fanya. Tanpa ragu Fanya langsung naik motor. Awalnya sih canggung karena ini pertama kali Fanya bonceng sama orang di sukainya. Di atas motor Fanya masih saja senyum-senyum sendiri karena hatinya girang bisa jalan Rafli. Dari balik kaca spion Rafli melihat Fanya senyum jadi penasaran.

“Senyum-senyum sama siapa?” Tanya Rafli heran.
“Ah… nggak.” Fanya jadi gelagapan, ternyata Rafli dari tadi memperhatikan dirinya. “Badan kamu gede juga ya ternyata.” Fanya sedang mengalihkan pembicaraan.
“Gede atau gemuk?”
“Besar, jadi enak tau di peluk.” Fanya hanya memancing, initnya sih Fanya minta untuk memeluk Rafli. Kalau langsung peluk nggak enak barang kali Raflinya risih.
“Koq ga dipeluk?” Rafli menangkap kode yang di umpankan oleh Fanya. Secara nggak langsung Rafli mengijinkan Fanya untuk memeluk dirinya.

Perjalanan malam ini dimulai dengan keliling Kota Jogja. Tempat pertama yang disinggahi adalah Tugu Jogja. Masih banyak orang yang nongkrong di samping Tugu Jogja kebanyakan sih masih pada seumuran Rafli dan Fanya. Selain tempat nongkrong area ini jadi favorit untuk berfoto-foto. Ada yang menganggap kalau ke Jogja nggak ada bukti foto di tugu ini berarti hoax liburan di Jogja. Rafli memarkirkan motor di samping pos polisi. Disitu sudah banyak motor berjejer.

“Ngapain kita kesini? Bosen ah.” Protes Fanya.
“Tuh mau ngelapin tugu,heheheh.” Rafli becandain Fanya.
“Ihhh ditanya bener koq. Udah tiga hari ini lewat sini terus. Tempat yang lain keq.”
“Udah pernah megang tugu?”

Fanya hanya menggeleng yang tanda belum pernah melakukan itu. Rafli menarik tangan Fanya mengajaknya mendekat Tugu Jogja. Fanya pun pasrah mengikuti Rafli, meski nggak ngerti maksud Rafli untuk memegang tugu. Sisi tugu sebelah barat yang menghadap jalan Dipenogoro terlihat lengang.

Tangan Rafli menuntun tangannya Fanya untuk menyentuh Tugu Jogja. “Kata orang kalau kita nyentuh Tugu Jogja bisa balik lagi kesini.” Rafli menjelaskan arti dari menyentuh Tugu Jogja.
“Ouh gitu….. semoga sih. Tapi nggak seru lah kalau sendirian ke Jogja apa lagi di sampe di cuekin.” Fanya mengungkit kembali kejadian yang lalu.
“Nggak sendirianlah…. Kan kamu masih bisa minta ditemenin aku.”

Fanya merasakan sentuhan yang berbeda dari tangan Rafli. Entah kenapa jantung ini berdebar-debar. Apa mungkin ini yang dinamakan transfer cinta? Dari hati lewat tangan menyambung ke hati lagi. Meskipun telapak tangan Rafli agak kasar tetapi indra perasa meresponnya dengan lembut, ternyata Rafli seorang pria yang lembut dibalik kesangaran tubuhnya. Ada rasa sayang yang terselarukan.

Setelah selesai menyentuh Tugu Jogja, mereka menyempatkan diri untuk foto-foto untu mengabadikan momen menyenangkan tentunya sebagai tanda Fanya nggak boong liburan ke Jogja. Rasanya nggak lengkap kalau foto sendirian. Rafli meminta tolong ke salah satu orang di situ untuk foto berdua dengan Fanya.
Fanya langsung mengirim foto tersebut ke Yana lewat Whatsapp, berapa detik setelah foto terkirim langsung dapet balasan dari Yana.

Dari     : Yana Bintjung
Ke       : Fanya
Pesan   : Cie….yang lagi ngdate. Rafli ganteng dech, jadi naksir,hahaha. Eh itu gimana kalian bisa ketemu? Inget ya pake “helm”

Fanya juga segera membalas Yana.

Ke       : Yana Bintjung
Dari     : Fanya
Pesan   : Besok aja dech ceritanya ok?! Btw makasih banget ya…..tar gwe kirim oleh2 buat kamu.

Rute berikutnya adalah alun-alun selatan.Meskipun sudah tengah malam keramaian masih terlihat jelas disini. Banyak anak muda yang sedang nongkrong menikmati seduhan kopi disertai kehangatan canda kawan. Becak yang di hiasi dengan kerlap kerlip lampu berseliweran di jalan satu arah. Becak ini bukan becak pada umumnya, berisi 4 orang lebih dan semunya ikut menggenjot di sewakan 3 kali putaran. Jangankan 3, 1 putaran aja juga udah lemas. Anggap saja sedang olah raga tengah malam.

Tujuan utama Rafli mengajak Fanya kesini bukanlah untuk naik becak tersebut. Tetapi nyobain masangin. Ritual ini salah satu agenda wisatawan datang ke Jogja. Kita nyoba berjalan menembus diatara dua beringin besar yang ada di tengah alun-alun siapa yang berhasil harapan kita bisa terkabul, katanya gitu sih. Kalau cuma jalan aja sih nggak seru, ada tantangnya yaitu menutup mata.

“Ngapain kita kesini?” Tanya Fanya.
“Tuh cabutin rumput,hahahha.” Rafli malah membalasnya dengan becandaan tetapi dengan nada kesal. “Kenapa sih harusnya tanya ngapain ke sini?”
“Ya kan aku nggak ngerti Jogja jadi wajar donk tanya. Aku juga nggak tau disini ada keisimewaan apa.” Fanya juga ikutan kesal atas tanggapan Rafli yang jutek seperti itu.

Rafli nggak jadi marah melihat Fanya yang manyun kayak anak kecil jadi terlihat lucu. Rafli juga menyadari kesalahannya. Rafli menggandeng tangan Fanya menyebrang jalan yang ramai oleh lalu lelang becak hias. Di tepi lapangan sebelah utara mereka berdua berdiri memandang dua pohon beringin yang besar. Nggak ada kesan angker karena disekitar alun-alun sangat ramai. Masih banyak orang yang nyobain masangin. Hanya segelintir orang yang bisa temubus ketengah sedangkan sisanya meleceng kemana-mana.

“Itu ada ada dua beringin. Kalau kita bisa jalan tembus ke tengahnya, keinginan kita terkabul tapi tutup mata.” Rafli menjelaskan kenapa mengajak Fanya ke sini.
“Ah itu mah gampang, tinggal jalan lurus aja kan?” Fanya meremehkan ritual masangin, yang dipikirnya sangat mudah.
“Kata sapa gampang, tuh liat aja orang yang lagi pada nyasar kemana-mana.” Rafli menujuk beberapa orang yang sedang melakukan masangin tetepi keluar dari jalurnya malah ada yang menyasar jauh sekali dari tempat yang di tuju.
“Hahahaha.” Fanya tertawa melihat orang-orang yang sedang kesasar. “Oke, kamu duluann ya….?” Fanya menantang Rafli yang melakukan terlebih dahulu.
“Boleh dech,” Rafli menyanggupi tantangna dari Fanya.

Fanya membantu Rafli menutup matanya dengan slayer yang tadi di pakai Rafli sebagai pengganti masker. Setelah dipastikan Rafli tidak bisa melihat, Fanya memutar-mutar badan rafli dan memberhentikannya pada arah lurus ke tengah. Rafli mulai berjalan dengan lambat tetapi penuh percaya diri menganggapnya lurus. Emang sih awalnya berjalan lurus ke tengah tetapi setelah berjalan lima meter arahnya mulai melenceng ke kiri tentunya tanpa disadari oleh Rafli. Rafli terus dan terus berjalan disisinya Fanya menahan tawa. Bukannya berjalan menuju tengah tengah Rafli malah berjalan membentuk huruf U alhasil kembali lagi ke tempat semula. Dirasa sudah cukup lama, akhirnya Rafli menyerah lalu membuka penutup mata. Begitu tau kembali ke tempat semula pecahalah tawanya. Rafli gagal make wish.

Sekarang giliran Fanya mencoba masangin, Fanya merasa percaya diri bahwa dirinya pasti bisa melakukan dengan baik. Mata Fanya sudah tutup dengan slayer. Posisinya juga sudah berada di tengah, Fanya hanya berusaha jalan lurus saja.

“Awas ya jangan tinggalin aku,” ancam Fanya karena khawatir Rafli meninggalkan dirinya.
“Kalo ku tinggal kamu pulangnya ngesot aja,hehehe.” Goda Rafli agar Fanya manyun lagi.
Fanya nggak menghiraukan ocehan Rafli. Dia berjalan meninggalkan Rafli yang sedah terkekeh. Bagi Fanya nggak ada lucunya. Beberapa kali Fanya berhenti berjalan untuk memastian dirinya masih pada jalur yang benar. Dibelakang Fanya ada Rafli yang terus membuntuti untuk menjaga. Meski Fanya bertanya pada Rafli arah mana dia harus berjalan tetapi Rafli tidak menghiraukannya. Fanya pun terus berjalan mengikuti intiusinya.

Dirasa sudah cukup jauh berjalan Fanya tanya pada Rafli. “Fli udah boleh di bukan belum? Udah jauh jalan nih.”
“Ya udah buka ajah.”

Fanya membuka tutup matanya. Betapa terkejutnnya Fanya berhasil menembus diantara kedua pohon beringin. Secara sepontan Fanya melonjak-lonjak kegirangan.

“Selamat ya berhasil. Kamu make wish apa?” Tanya Rafli penasaran.
“Ada dech….tar kalo di omongin nggak jadi kenyataan.” Kata Fanya ketus tanpa memandang Rafli.

Setelah berkeliling Kota Jogja mereka menuju Bukit Bintang yang berada diselatan Kota Jogja. Agak jauh juga dari pusat kota. Perjalanan kesana juga sudah sepi hanya ada beberapa kendaraan yang lalu lalang. Disana mereka bisa memandang gemerlapnya Kota Jogja sambil bersantai menikmati jagung bakar atau kacang rebus. Ada juga warung yang menjual aneka macam makanan. Tempat tonkrongan ini sebenarnya berada pinggir bukit tepatnya di bibir jurang. Jika siang hari langit cerah dari sini bisa terlihat gunung Merapi. Tetapi sekarang sudah malam yang terlihat hanya kerlip lampu jalanan yang mengarah ke puncak Merapi.

Fanya duduk samping Rafli dan menyandarkan kepala di lengannya. “Teranyata aslinya kamu beda juga ya dari di foto, lebih gateng di foto.” Ledek Fanya bercanda.
“Emang kamu cantik,weee” Rafli tidak mau kalah dengan Fanya.“Kenapa sih kamu suka ngambek gitu?”
“Abisnya kamu selalu nyebelin, nggak mau dengerin pendapat ku.” Bela Fanya. “Terus kamu juga nyebelin nggak ada insiatif untuk memulai menjelaskan duduk perkaranya. Pasti dari Yana yang jadi penengahnya.”
“Gimana mau jelasin tiba-tiba kontak BBM kamu ilang, aku cari di chat room nggak ada.”
“Telpon keq, atau sms gitu lah kan kamu punya nomer ku.” Fanya masih saja protes.
“Terus kenapa kalau kamu marah selalu delete nomer  atau segala bentuk perantara komunikasi.” Nada Rafli agak meninggi sedikit.
“Tadi bilangnya lupakan masa lalu, kenapa di ungkit lagi” Fanya berkilah menghindari perdebatan yang sebenarnya Fanya juga nggak tau alasannya kenapa. Pokoknya pengen delete aja.
“Tapi kamu janji jangan mengulangi lagi.” Pinta Rafli sambil menengok Fanya.

Fanya hanya mengangguk dengan manja.  Lalu megusel di bahu Rafli. Tapi Rafli menampik dan menjauhkan bahunya dari Fanya.
“Aku belum mandi, masih bau kecut.” Rafli memberikan alasan.
“Aku menyukai mu apa adanya, nggak saat kamu sedang keadaan bagus saja.” Fanya berargumen, sambiil memndang lekat-lekat mata Rafli. “Mau kamu sekarang dekil dan bau tetapi aku tetap menyukai. Aku suka hatimu, aku suka sikap gantleman kamu, aku suka becanda kamu, aku suka nasehat kamu, aku suka kedewasaan mu.” Rentetan kata keluar dari mulut Fanya alasan kenapa suka dengan Rafli.

Seketika itu juga Rafli mengecup kening Fanya. Melelehlah air mata kebahagiaan Fanya. Baru kali ini Fanya merasakan kebahagiaan luar biasa, berada dekat sama orang yang disayangnya padahal ini merupakan pertemuan pertama, tapi entah kenapa Fanya nyaman disamping Rafli. Pelukannya Rafli memberinya kehangatan yang berbeda. Ada ketulusan yang terlihat dari mata Rafli.  

Fanya memang mengenalnya dari sebuah chat room. Awalnya sih hanya sekedar mengobrol biasa saja itu pun di room umum ngobrol bersama yang lainnya. Suatu hari Rafli tiba-tiba query. Hanya sekedar perkenalan lebih dalam biasa aja. Lalu dilanjutkan dengan seringnya telpon dan ngobrol lewat whatsapp. Rafli sering member perhatian apalagi kalau Fanya sedang curhat dia bisa setia mendengarkan curhatan Fanya. Dari situlah tumbuh rasa suka.

Tapi ada sedikit ganjalan yang mengglayut di pikiran Fanya yaitu kebiasaan Rafli yang suka godain cewek di chat room apalagi mereka yang baru pertama kali gabung. Dulu pun Fanya kenal Rafli gara-gara itu juga.

“Aku sebel sama kamu.” Tiba-tiba perkataan Fanya menyentak Rafli.
“Ada apa lagi sih?”
“Jangan-jangan kamu mainin aku?”
“Mainin apa? Emang kamu mainan?” Rafli berusaha menahan emosinya. Rafli juga nggak ngerti maksud dari Fanya.
“Kamu sering godain cewek di room.” Fanya mengutarakan kekesalannya.
“Itukan becandaan aja di room.” Rafli membela diri, sambil menatap Fanya.
“Jangan-jangan kamu beccandain aku donk?” Mata Fanya berkilat penuh selidik.
“Nggak lah aku serius sama kamu. Entah kenapa ada rasa sayang muncul. Aku ngerasain kamu beda sama yang lain. Bisa ngobrol sama kamu, aku bisa happy. Kecuali satu yang buat sebel. Kamu suka ngambekan.”
“Liat ntar aja dech.” Fanya mengakhir perdebatan yang nggak ada habisnya.

Selanjutnya Fanya dan Rafli mengobrol ringan saling mengenal lebih dalam tentang kepribadian. Cerita masa lalu waktu masih kecil dan kebiasaan yang sering dilakukan. Setelah obrolan ini Fanya semakin banyak menemukan pribadi Rafli yang mengesankan. Dibalik hobi dia yang suka ngeggombal ternyata Rafli seroang pria yang bertanggung jawab.

Jam menunjukan Jam 03:00 mereka bergegas pulang ke hotel karena pesawat mereka semuanya pagi. Pertama Rafli mengantar Fanya ke hotel lalu Rafli ke hotelnya sendiri lalu menjemput Fanya dengan taxi untuk sama-sama pergi ke bandara.

Di terminal keberangkat Fanya duduk bersebelahan dengan Rafli. Raut kelelahan terpancar dari mereka tetapi hati mereka sedang berbunga-bunga. Mereka hanya bisa diam karena bingung ingin mengucapakan apa lagi semalam suntuk sudah mereka tumpahakan isi hati masing-masing. Fanya merasa berterima kasih pada Yana mengikuti sarannya.

Dari pengeras suara jadwal keberangkatan  Fanya sudah tiba. Sebelum ke apron Rafli sekali lagi mengecup keningnya dan mengataka “Kamu mau jadi pacar ku?,” Rafli memberikan kalung yang sudah dipersiapkannya dari Denpasar.

“Tunggu saja jawabannya, nggak lama koq.”  Jawab Fanya sambil lalu berjalan ke apron.
Di dalam pesawat sebelum take off, Fanya kirim sms ke Rafli. Betapa girangnya hati Fanya mendengar ucapan Rafli. Ah….harapan Fanya terkabul berkat berhasil dalam ritual masangin.

To: Rafli
“I Love You, Aku mau jadi pacar kamu. Terima kasih Jogja untuk sebuah malam seribu bintang.”


No comments: