Saturday 11 April 2015

Deadline

11.  DEADLINE

Terjatuh saat bahagia, dengan begitu lah kita bisa merasakan esensi hari-hari.
Hanya satu saja tidak apa-apa, semuanya akan terhubung.
Saat kau tahu arti pentingnya setiap hal, lihat…semua nya berubah menjadi warna. (One ~ Aqua Timez)


Tanggal 17 (bulan dan tahun terserah)
Aku bukan mau upacara bulanan setiap tanggal 17.
Aku juga bukan mau sunatan.

Setiap bulannya pasti bertemu dengan tanggal 17. Hari yang mengerikan untuk aku dan dan temen-temen yang bekerja di Skolah Magz. Karena hari ini adalah DAEADLINE!! berlangsung selama sehari atau 2 hari. Dua hari tersebut semuanya jadi gila. Satu hari untuk melengkapi artikel yang sudah ada atau membuat artikel baru yang lupa di buat atau bisa juga liputan dadakan. Hari kedua waktu bertempur  layouter. Syukur satu hari langsung jadi.

Pagi-pagi jam 7 aku sudah bangun, bahkan bagi ku itu terlalu pagi, karena aku bangun jam 8.00 setiap harinya. Berhubung hari ini istimewa jadinya terpaksa bangun pagi. Banyak hal yang harus dipersiapkan antara lain:
  1. Pakaian kerja yang santai. Hari ini aku memutuskan pakai celana jins pendek dan atasan kaos tanpa lengan. Pasti hari ini “panas”, untuk antisipasi gunakan pakaian yang paling nyaman. Lagian hari ini aku cukup di kantor. Sebenarnya kita ngantor terserah mau pakai baju apa, kalau nggak ada rencana liputan aku pakai celana pendek aja ke kantor.
  2. Makan yang banyak. Mau nggak mau aku menjalankan aktifitas sarapan, karena hari ini bakal jadi hari yang berat bakal menguras energi. Aku nggak mau pingsan melewatkan moment dramatis selama deadline.
  3. Menyiapkan mental. Hari ini bisa jadi seluruh penduduk Skolah Magz jadi gila, dan aku nggak mau jadi gila. Tapi kalau nggak ikutan gila nggak seru. kayaknya setiap hari emang harus menyiapkan mental dech menghadapi Bos yang freak. Pada akhirnya aku ikutan gila juga, ternyata penyakit gila itu menular pada saat deadline.

Oke semua udah siap lahir batin. Yuk sekarang berangkat ke kantor.
Tumben banget jam 8.30 kantor sudah ramai. Temen-temen AE juga masih di kantor sedang briefing sama mbak Tari yang sebagai ME di teras. Para AE sih hari ini mereka udah nyantai karena deadline mereka sudah kelar dari kemarin.

Aku langsung masuk ke ruangan redaksi yang masih sepi, cuma ada Preti di dampingin Bos, palingan lagi diskusi penempatan halaman. Daripada menyapa mereka nanti kena cuap-cuap mending langsung duduk di kubikel dan nyalain komputer. Sebenarnya kerjaan ku sudah kelar semua dari kemarin, semua rubrik dan artikel ku udah jadi semua, namun aku juga harus siap-siap revisi. Belum lagi kalo ada artikel yang udah ku buat terus disuruh ganti.

Satu persatu pekerja redaksi datang, ada Uyun yang berangkat bareng dengan Liya lalu disusul oleh mas Dita. Semua sudah siap bertempur dan mereka burusaha hari ini enjoy. Sebelum kerja seperti biasa kalau deadline ada briefing dulu.

“Temen-temen briefing dulu yuk,” ajak Bos.
Semua ngumpul di teras depan, para AE sudah kembali keruangannya. Teras depan itu multi fungsi bisa jadi ruang tamu, ruang lepas lelah, ruang rapat pun jadi.

“Hari ini kan deadline, udah pada siap? Gimana kerjaan kalian.” Bos membuka rapat. “Laporan pertama dulu dari para reporter Entong dan Liya.”
Aku? Kok aku dulu sih, ni juga lagi enak-enak nikmati teh manis panas. “Liya dulu Bos, nih nanggung mau nyeruput teh dulu”
“Udah semua sih bos yang liputan, tinggal diketik. Tapi yang rubrik tetap udah jadi semua” Liya berusaha hati-hati meberikan laporannya.
“Liputan apa belum diketik? Itu liputan apa aja dan dari kapan?” haduh si Bos mulai dech nyolot.
“Liputan advertorial yang kemaren Bos, kan AE baru deadine kemaren.” Liya memberi jawaban hati-hati.
Kan kamu bisa langsung ditulis, sekarang jadi numpuk kan? AE juga dari kemarin udah nyerahin materi.” Nada si Bos makin tinggi aja nih.
“Tapi kemaren aku juga ngetik kerjaan yang kemarennya lagi,” Liya juga nggak mau kalah nih sama si Bos, tapi nadanya satu oktaf lebih rendah dari Bos.
“Nggak mau tau pokoknya hari ini harus sudah kelar. Kamu Tong gimana?” Si Bos nyerah sama berdebat sama Liya dari pada berdebat nggak kelar kerjaan.

Jadi nggak nikmat nyeruput teh manis yang enak ini. “Udah kelar semua tuh, barusan tadi nyerahin artikel talent,jawab ku enteng.
“Tapi Tong ada satu testimoni yang belum kamu serahin yang masalah kenakalan remaja,imbuh Preti.
“What!!! Perasaan udah. Liat dech di pageplaner itu udah aku isi tanggalnya.”
“Mana? Nyoh nggak ada,” Preti menunjukan page planernya.
Weks ku terperanjat. Koq bisa masih kosong gitu? Perasaan udah dech. Udah aku tulis apa ku lupa kasih ke Preti kali ya. “Tar dech ku cek ulang lagi di file ku.
“Terus apa yang lagi yang belum?” tanya Bos meragukan diriku, pasti banyak yang belum kelar.
“Kayaknya cuma itu dech Bos, nanti ku cek lagi dech,” jawabku nggak yakin.
“Oh ya Tong tulisan mu itu banyak yang kacau, suka nggak nyambung antar kalimat. Harusnya satu paragraph itu ngomongin satu tema tapi kamu ngomongin banyak tema. Tanda baca juga di perhatikan. Buat Liya juga!.” Mata Bos yang dari tadi meneror diriku beralih ke Liya. Semoga omelan yang ditujukan pada ku beralih ke lain orang. “Liya juga setiap pulang liputan harus langsung diketik, nggak pake ditunda. Jangan hobi liputan tapi nggak hobi nulis, kamu ini wartawan liputan ketik, liputan ketik bukan seorang novelis yang ngetik kalau lagi mood.aja.” Yippi perkataan Bos pedes banget ya, itu kalau rujak udah pakai cabenya 10.

Aku jadi merasa bersalah karena aku pun melakukan hal yang sama seperti Liya cuma bedanya aku ngga ketahuan si Bos,heheheh. Coba kalau ketahuan pasti kena semprot juga sama Bos. Sory ya Liya kamu jadi korban. Selagi Bos sedang “tausyiah” yang lain termenung dalam lamunan masing-masing dan aku yakin mereka cuma mendengar telinga kanan lalu dibuang telinga kiri.

“Terus kerjaan kamu gimana Ta? Sudah berapa persen yang kelar di layout?” Bos mengalihkan perhatian kepada Tatang sebagai layouter.
“Kurang sedikit sih paling nylesein liputannya Entong kemaren yang terakhir interview Agnes sama cast talent Cinta Monyet,Tatang memberi jawaban yang dipikir aman dengan alasan kurang sedikit. Coba kalau dia bilang kurang banyak pasti dia langsung kena semprot. Imbasnya ke reporter lagi dech. Good Job Tatang menyelamatkan kita.
“Oh ya…layout kamu koq turun lagi ya jauh malah? Ayo donk tampilkan lagi sisi remajanya yang warna warni menarik liat. Aku lihat beberapa kemarin yang sudah jadi datar, nggak enak dilihat. Kasih pernak pernik yang cute atau fun. Belajar dari majalah remaja yang lain, browsing ataung gimana keq.”
“Iya Bos,jawaban singkat dari Tatang, sepertinya dia mau membela diri tetapi di tahan karena nggak ada gunanya pasti bakal di tampik alasannya.
Uti gimana layout kamu?” Dari Tatang beralih ke mbak Uti.
“Maaf Bos, masih banyak yang belum terselesaikan karena minggu kemaren saya nggak kosentrasi soalnya Baby sakit,kata mbak Uti terbata untuk mengatur kalimat yang aman. Mbak Uti emang seorang single parent dari dua anaknya. Malah anaknya yang besar sering dibawa ke kantor.
“Nggak ada asalan pokoknya. Tolong pisahkan urusan kerja dan rumah.” Ini Bos lagi kesurupan kutilanak apa ya? Nggak ada jiwa keorang tuaan. Tobat dech bos.
“Hari ini pasti bisa selesai koq,mbak Uti meyakinkan Bos.
“Harus!!! Kalau besok belum pas mau naik cetak belum jadi kena SP.” Ancam Bos kepada mbak Uti. Kita semua hanya tertunduk lesu tanpa daya mau protes juga takut bisa-bisa langsung kena pecat ditempat.

Tausyiah untuk mbak Uti selesai kemudian mencari korban selanjutnya tinggal Uyun dan Preti. Mas Dita selalu pada posisi aman karena hasil fotonya sudah memuaskan.
“Yun, lain kali cari model lebih keren sedikit donk. Ini kurang menarik yang putih keq atau bule sekalian. Temanya Jepang koq item,” Bos menunjukan hasil printout rubrik foto fesyen cowok.
“Bos, waktu itu sudah dapet talentnya tapi tiba-tiba dia batalin malam sebelum pemotretan dan emang urgent banget,” Uyun berkelit. Tapi emang beneran sih talent cowoknya tiba-tiba membatalkan.
“Harusnya kan ada cadangan. Besok-besok jangan samapai terulang kita sudah punya konsep harus dipertahankan gimana pun caranya. Kalau cari talent mendadak juga jangan sampai lepas dari konsep.” Balas Bos yang emang nggak mau kalah dari karyawannya.
“Preti, gimana pun caranya hari ini semua artikel sudah jadi. Halamannya sesuai yang tadi pagi. Saya tunggu laporannya malam ini jam 7.” Bos menutup tausyiah pagi ini sembari mengingatkan Preti.

Kenapa Preti ngga kena semprot ya? Ah ngapain aku mikirin hal kayak gitu, mungkin Preti setiap hari sudah kena “tausyiah’ jadi khusus hari ini dia nggak kena omel. Acara Tausyiah pagi ini kelar, sepertinya Bos bakal tausyiah lagi di ruangan AE. Tadi pagi dia nggak ikutan briefing AE, jadi temen AE dapet tausyiah dua kali dari mbak Tari sama Bos.

Awak redaksi kembali lagi ke kubikelnya masing-masing. Baru saja pantat nempel kursi terdengar teriakan Preti.
“Entong buruan testimoni, rubrik school band, cast talent fesyen, revisi piknik, itu masih banyak yang belum jelas data historicalnya sama kurang greget petualangannya. Jangan lupa oh ya kamu juga lupa nulis isian testimoni tema alay.” Wew nama ku yang pertama kali disebut dan ternyata banyak juga tulisanku yang belum digarap. Mesti gerak cepat nih ngerjainnya bagaikan lomba triaton.
“Liya juga garap advertorialnya kurang 4, cast talent Cinta Monyet, hot news seleb barat, liputan event client,  liputan event sekolah,ternyata Liya emang lebih parah banyak banget yang belum dia garap. Pasti bentar lagi dia ngerengek minta bantuan berbagi artkel.
“Tong, tolong donk, lu garapin advertorial dua aja dech bahannya udah ada koq. Masing-masing satu halaman. Please…..!!!” tuh kan bener Liya langsung merengek.
“Ogah ah kalo advertorial. Aku garap seleb barat aja sama event sekolah.” Tawar ku dan mau nggak mau Liya menyetujuinya.
“Uyun…..kupasan fesyen artis dikelarin cepet ya. Oh ya kamu juga belum komentarin fesyen on the street. Tips fesyen ditambahin, masih terlalu sedikit masa Cuma lima.” Uyun pun terkena imbasnya juga. walaupun tinggal sedikit tapi termasuk rumit juga. harus ngapalin atribut fesyen.

Waw ternyata banyak juga yang belum ke garap. Untungnya tadi Preti diem aja, coba kalo dia ikutan cuap-cuap pas rapat tadi, bos tambah murka kalau anak buahnya belum pada kelar kerjaannya malah banyak banget yang belum jadi. Ternyata Preti baik banget ngelindungin temen-temennya.

Ruang redaksi kembali sunyi senyap masing-masing mengerjakan tugasnya yang belum kelar. Pertama ku kerjakan adalah mencari testimoni yang hilang. Ku aduk-aduk kumpulan file di folder nggak ketemu juga udah pakai searching eangin juga nggak ketemu.

Haduw  kabur kemana lagi ini file? Mau nggak mau terpaksa bikin lagi. Paling ribet adalah mencocokan isian testi dengan foto para alayers. Liat fotonya itu udah enek dech. Satu persatu kucocokan. Tapi ada satu yang menyebalkan Mas Dita nyimpen fotonya nggak urutan pas ambil foto. So ada satu pekerjaan lagi mengingat antara testi yang di tulis dengan fotonya, grrr buat emosi saja nih.

“Mas Diiitttaaaa!” teriak ku kenceng memanggil mas Dita yang lagi ngejailin Wedo.
“Opo toh?” Tampang inocentnya membuat samakin gedek dech.
“Iki loh….koq fotonya nggak urut sih? Aku bingung dia ini testinya yang mana?” Aku ngomel-ngomel sambil menunjuk foto cewek berjilbab yang berpose memonyongkan bibirnya
“Liat toh seragamnya itu ada tag namenya. Sing sabar toh jangan ikutan stress,hehehe” Mas Dita ini masih aja becanda.
“Ini baru satu mas. Masih ada 7 foto lagi yang harus di coc….” Belum selesai ku ngomong sudah disamber Mas Dita.
“Ini Devi, Ini Rian, Ini Mail, Ini……Bunga.” Mas Dita menujuk foto yang ada ada di layar monitor sambil menyebutkan namanya.
Weks semunya bener sesuai dengan catatan testimony. Mas Dita koq bisa inget semua ya? ah dia dibantu jin ifrit. Mas Dita emang punya daya imajinasi dan ingatan yang kuat. Masalah testimonial sudah selesesai. Masih ada tugas yang lainnya.
Masih harus ngerjain artikel advertorial yang bagaiannya Liya dan Preti. Semoga aja hasil wawancaranya lengkap jadi aku tinggal tulis dan reparasi sedikit. Kebanyakan yang bikin advertorial adalah universtias atau perguruan tinggi. Kesulitan dari buat advertorial adalah sebuah iklan dibikin sebagai artikel yang ringan dan menyampingkan sisi promosi tapi mengedepankan kehebatan itu universitas, nah loh bingung kan aku aja puyeng. Intinya gitulah kalau nulis advertorial.

Berkali-kali ku dengar mbak Uti sama mas Dita adu argument pemilihan foto atau mbak Uti protes sama hasil jepretan Mas Dita yang kurang ini lah kelebihan itu lah, otomatis mas Dita dapet kerjaan lagi untuk ngedit fotonya. Sedangkan Tatang sedang santai-santai saja kerena belum ada artikel yang masuk ke komputernya. Kalau Bos sampai tau mampuslah kita semua ada seorang karyawannya yang sedang berleha-leha disaat genting. Tapi emang bukan salahnya dia juga sih.

Kesibukan Uyun berbeda lagi dia kembali me-review tulisan pendukung foto fesyen kali aja ada salah kata atau ketik kan bisa malu-maluin donk majalah fesyen tapi bisa kesrimpet istilah fesyen. Belum lagi dia masih ada tugas ngomentarin fesyen selebritis, apalagi komentarnya suka pedes. Ngalahin pedesnya cabee jalapeno yang super pedes. Enak banget ya kerjaannya cuma ngomentarin untung artis luar. Coba kalau artis dalam negeri Skolah Magz bisa di banned kalau ada jumpa pers.

Setiap kali diantara kita ada yang sudah selesai mengerjakan tugasnya pasti bersujud syukur satu beban terlewat. Tapi bukan menjamin aman-aman saja penentuannya keberhasilan pas rapat evaluasi setelah semua artikel siap cetak.

Rambut Preti yang tadi pagi mengembang indah sekarang sudah seperti medusa rambut keritingnya sudah acak-acakan karena sering digaruk sebabnya adalah mengedit tulisan ku dan Liya yang lumayan bikin Preti setengah gila,hehehe. Tapi jangan sampai dia gila bisa berantakan acara deadine yang ada jadi mati masal.

Jam demi jam berjalan terasa lambat sekali selambat pekerjaan yang tak kunjung usai. Sebenernya kerjaan ku sudah kelar semua tapi jadi sok sibuk karena biar keliatan sedang kerja. Jika keliatan sedang nganggur pasti ditambah kerjaan baru lagi entah dari Preti atau dari Liya bahkan dari bos. Untuk mengantisipasinya open MS Word, atau pura-pura browsing apa aja, bila perlu ngetik untu edisi berikutnya.

Lagi asik berpura-pura sibuk si Bos lewat.
“Tong lagi pura-pura sibuk ya?” Mak jleb pertanyaan Bos menohok sekali. Dia duduk tepat di belakangku.
“Iya sih bos, hehehehe” Aku parsrah….
“Orang lain lagi pada pusing-pusing ngetik sama ngelayout ini malah main-main. Emang kerjaan kamu sudah kelar?” Haduw si Bos mulai dech sungutnya keluar.
Aku hanya diem seribu bahasa.
“Kalau kerjaan kamu sudah kelar semua emang kerjaan kamu beres? Itu masih banyak yang salah.” Makin dasyat aja nih marahnya.
“Slow down bos, tenang…tenang nanti kena stroke kalo marah-marah.” Aku coba menenangkan Bos yang sedang kesurupan. “Kan ada editor yang fungsinya untuk ngedit,hehehehe” ku ngeles.
Gagal untuk menenangkan bos. “Editor di sini hanya Preti dia nggak mampu ngerjain semua apalagi sekarang sedang deadline.”
Ku memberikan sebuah minuman yang sudah dijampi-jampi kata mas Dita pasti mujarab air comberan dari gunung Nglanggeran.
Setelah minum air comberan tersebut. “Kalau kerjaan sudah selesai boleh main-main, makan dulu sana.” Wew si Bos jadi jinak-jinak merpati.
Kenapa nggak dari dulu saja mas Dita menyuguhkan air itu setiap hari, jadikan kantor adem ayem tentram nggak berasa horror lagi. Seisi kantor juga terperenjat perubahan Bos yang marahnya hilang seketika.

@@@

Sekarang sudah jam 5 sebagaian besar kerjaan sudah kelar apalagi aku udah dari tadi siang selesai. Tinggal kerjaannya Preti yang masih ngedit tulisannya Liya, tetapi kali ini Bos ikut bantuin Preti ngedit kalau Preti sendirian kita semua bisa nginep dikantor.
Artikel terakhir sudah diserahkan Preti ke Mbak Uti, waktunya nunggu Mbak Uti menyelesaikannya. Ternyata hari ini bisa selesai semua dari ngetik artikel sampai layout.

“Bos semua sudah selesai,mbak Uti memberi tahu Bos yang berada duduk singgasanya di ruang AE.
“Oke, mana? Saya cek dulu semuanya. Bilang yang lain siap-siap rapat.”
Mbak Uti muncul di ruang redaksi. Awak redaksi yang lainnya sedang meluruskan tulang-tulang yang sudah bengkok.
“Siap-siap rapat woy!” teriak mbak Uti, yang mengaggetkan kita semua.
“Haduw baru saja seger malah rapat lagi,keluh Liya.
“Ayolah semangat biar cepet selesai. Siapin page planer sama chek listnya,” Preti mencoba memberi semangat dan mengingatkan persiapan rapat dateline.

Sebenernya inilah yang dinamakan deadline, malah bisa juga dead  beneran. Setelah selesai layout terakhir kita pasti ada rapat evaluasi, dan itu bener-bener siap-siap terkapar. Show time untuk bos mengluarkan taringnya. Dengan malas-malasan anggota redaksi menyiapkan page planer dan cek list artikel atau rubriyang telah dikerjakan dan beranjak dari ruang redaksi menuju teras depan yang sebentar lagi jadi ruang rapat.

Kita semua sudah siap duduk ruang meeting sambil menunggu bos dateng Cuma pada bengong menyiapkan diri dapat hantaman badai semburan maut dari bibir bos. (seseram itukah? Ups ini hanya majas hiperbola,hehehhe).

Bos keluar dari ruangan AE dan langsung duduk di kursi yang masih kosong.
“Saya sudah liat dan baca semua. Langsung evalusasi saja ya.” Bos membuka rapat sambil membawa tumpukan kertas print bakal calon majalah edisi bulan ini yang bakal terbit.
“Uyun, ini modelnya dari mana? Bagus nih, cari yang seperti ini terus. Pertahankan.” Senyum mengembang dari wajah bos. Tapi jangan berharap akan bertahan lama.
“Itu dari siswa pertukaran pelajar Bos. Masalahnya kalau nggak siswa pertukaran pelajar lagi gimana Bos?” Jawab Uyun hati-hati,
“Ya itu urusan kamu lah. Kamu kan yang cari talent-talent untuk semua pemotretan. Pasti adalah setiap bulannya kalau nggak yang bule yang indo aja dech gak apa-apa.” Bos masih datar mengomentari.
“Lanjut ke pemotretan rubric Cinta Monyet. Ini foto apa-apan? Masa kita nampilin adegan makan pakai nasi bungkus nggak elit banget sih?” Bos menunjuk sebuah foto yang ada di kertas tersebut.
Waks, Uyun dan mas Dita mati kutu speacless atas kesalahan besar itu. Mereka sudah siap kena semprot lagi nih.
“Kita kan sudah majalah besar trend setter remaja masa kaya gini. Budgetnya untuk menyediakan property sudah disedikan. Masa nampilin kaya gini?” Bos mencak-mencak.
“Itu Bos masalahnya budgetnya kurang. Budget pemotretan Cinta Monyet dan Fashion dijadikan satu itu nggak cukup Bos.” Uyun memberikan alesan. Padahal ya emang kurang sih.
“Nggak ada alasan itu kalau kurang kan nasi bungkus ini bisa hilangkan bisa diganti apa kek.” Rupanya Bos nggak mau kalah.

Ini baru beberapa halaman masih ada berpuluh halaman lagi yang bakal dikomentarin dan nggak ada yang luput dari semburan maut teresebut.

“Ini yang nulis gossip barat siapa?” tanya Bos sambil memandang antara aku, Liya dan Uyun.
“Aku bos,jawab Liya takut.
“Artis udah dewasa koq masih aja dipakai. Yang lebih remaja donk artisnya.” Omel Bos sambil menunjukan Kim Kadarshiah
.
Plis donk udahan keq udah satu jam lebih nih kuping kita sudah panas membara. Kalo ada pematik api pasti langsung nyala dech nggak bohong. Ajaibnya rapat ini aku bersih dari komentar. Apa mungkin energinya udah abis kali ya untuk “tausyiah” kepada Uyun, Liya, Preti dan yang lainnya. Kalau aku mah bisa kapan aja kena “tausyiah” lewat telpon. Jika Bos udah telpon dan mulai “tausyiah” jurus andalan ku biar nggak sakit hati adalah handphone aku hadap kan pada tembok, anggap aja Bos lagi ngomong sama tembok.hahahaha (sory Bos).

Dua jam sudah berlalu.

“Rapat evaluasi selesai. Edisi depan harus lebih bagus lagi. Nggak ada yang boleh males-malesan rajin ke kantor dan ngetik di kantor.” Akhirnya Bos menyudahi rapat dan mengakhiri hari yang gila, fuih. “Yuk kita makan-makan bakso. Panggil tuh bakso di depan.

Ya begitulh kegilaan berjamaah saat deadline. Semuanya bisa jadi gila oleh kerjaan yang mau nggak mau harus diselesaikan hari itu juga. Intinya jangan sampai numpuk tulisan kalau nggak mau mampus pas deadline. Jadi habis liputan wajibnya langsung dikerjakan. Telat sedikit ngerjain bisa berpengaruh semuanya dari editor, layout sampai pencetakan. Untung kejadian ini hanya sebulan sekali. Sebenernya ada juga sih deadline mingguan tetapi nggak sesangar deadline bulanan.

Tadi pagi di awali ketegangan ya iyalah kalo pagi emang tegang, upz…. Di akhiri dengan relaksasi. Selamat berkarya lagi.



No comments: