Monday 9 March 2015

Get Job

1.     GET JOB

“Semuanya, telah kupertaruhkan untuk satu hari ini meskipun ada juga orang yang menggelengkan kepalanya tapi, ini bukan tentang tercapai atau tidak tercapai
ini adalah cara hidupku aku hanya mengejar mimpiku dengan perasaan bangga di dadaku”
(Kaze Ni Fukarete ~ Aqua Timez)

Cerita ini berawal dari bulan Mei tahun 2011

Horee………..akhirnya aku dapet kerjaan jadi jurnalis!!!
Aku menapaki kehidupan baru menjadi seorang jurnalis. Sudah satu tahun nganggur dan rasanya hidup segan mati pun enggan. Setiap hari kerjaan luntan luntung nggak jelas, ada sih kerjaan tiap hari nonton FTV dan acara gossip. Tapi rutinitas itu besok akan ku tinggalkan. Akan ada hari-hari sibuk dengan kerjaan nguber-nguber narasumber dan dikejar-kejar deadline. Pada akhirnya akan selalu kangen bisa nonton FTV dan infotaiment.

Ternyata jadi seorang jurnalis itu menyenangkan sekali, banyak banget pengalaman yang nggak terlupakan. Ada pengalaman yang nyebelin tapi lebih banyak lagi pengalaman yang menyenangkan. Paling seru kalau liputan sekalian jalan-jalan, walau pakai acara nyasar dan mblasuk-mblasuk (bahasa Indonesia yang bener apa ya?). Dari sering jalan-jalan jadi hafal nama jalan dan kondisi jalan, sampai tau lobang jalanan pun tau dimana aja, mirip jadi supir taksi dech. Namanya juga kerja lapangan pastinya ya jalan-jalan lah, kalau ngesot-ngesot ntar dikiran hantu suster ngesot. Kerja lapangan bukan pemain bola aja kali ya wartawan juga kerja lapangan nungguin artis konser di stadion untuk diwawancarai.

Pengalaman lainnya jadi wartawan bisa ketemu banyak orang. Berbagai karakter orang bisa detemuin mau yang aneh kelakuannya bisa bikin naik darah dan kepala cekot-cekot, sampai yang mengagumkan prestasinya. Ada juga kombinasi keduanya ingin marah tapi juga butuh dia, ditahan emosinya sangat pening kepala ini untuk menghadapinya.

Belum lagi ketemu para ABG yang alay dan sebelum bertemu dengannnya aku pasti dapet SMS dulu yang tulisannya kriting, tau kan tulisan alay gimana? Lebih antik dari pada hiroglip. Nah kalau sudah ketemu siapkan kaca mata anti alay (emang ada? kalo belum ada segera dibuat bakal jadi produk paling laris). Aslinya sih tampang para ABG ini unyu-unyu tapi berhubungan stylenya unik, keimutan itu pudar. Karena sudah terbiasa ngeliat tampan kaya gini di acara music tiap pagi jadi mata ku sudah kebal kalau ketemu mereka.

Ada juga kisah gimana ngerasain nguber-nguber narasumber. Entah gimana caranya harus bisa wawancara. Berbagai intrik diusahakan agara ketemu sama tuh orang. Paling enak kalau ngubernya bareng temen-temen wartawan yang lain, aku tinggal ngintil mereka. repotnya kalau liputan sendiri. Banyak rintangan harus dilewati dengan modal nekat dan berani Insya Allah berhasil.

Paling utama adalah bisa dapetin sahabat ditempat kerja. Bersyukur banget bisa dapet bos yang galak dan penyayang (semoga aku menulis ini dengan sadar). Sayangnya kalau gajian nggak pernah telat. Bisa melatih kesabaran loh ketemu sama orang satu ini,hehehe. Untungnya temen kerjanya asik-asik bisa kerja bareng dengan happy.

Prolognya udah kepanjangan langsung aja cerita.

Mari kita flashback kemarin lusa.

Bunyi petir membangunkan aku dari mimpi indah, terdengar hujan deras mengguyur Kota Jogja. Mata kembali terpejam kembali, selain masih ngantuk suasana hujan membuat semakin malas untuk melek. Mau melek juga mau ngapain acara gossip belum mulai, enaknya kalo pagi-pagi hujan ya tidur lah.

Hujan semakin deras saja membuat tidur semakin nyenyak dan terlena akan kegiatan hari ini. Tanpa sadar aku melek dengan perasaan nggak tenang tetapi aku belum menyadari apa yang terjadi. Seperti biasa kalau bangun tidur pasti melihat jam di hape, hanya dari hape lah bisa melihat waktu karena emang nggak punya jam dinding atau jam meja, saking melaratnya apa ya? nggak juga sih abis suka bingung sendiri juga ngeliat jam yang bunder malah keplintir bacanya karena sudah keseringan baca jam analog jadi lupa cara baca jam manual, (jangan di tiru ya), zzzz koq jadi ngelantur sih.......(To editor ini kejadian beneran loh ujan-ujan bukan untuk mendramatisir opening,hehehe)

Mata masih merem melek ngeliat jam menunjukan 07.30 aku masih tetap saja terpaku melihat jam di iringi nyanyian rintik hujan deras di luar kamar. sedetik kemudian,

"Hua..........." Teriak ku membuat seisi kost yang tadinya adem ayem mendadak jadi bising seperti kaleng rombeng.
"Hari ini aku ada interview jam 8 tapi jam segini belum ngapa-ngapain, Oh My God, mana belum nyetrika baju hujan pula. ah males ah berangkat," kata ku dalam hati.

Badan sudah terkulai lemas kembali dan merebahkan badan ke kasur yang sudah ngawe-ngawe untuk di tiduri kembali.

Sambil tiduran aku masih saja galau. 
"Hhhmmm ini kan ada interview aku harus berangkat. Posisi yang dibutuhkan jadi reporter, ini yang aku inginkan dan ini yang ku cari. Kesempatan nggak datang dua kali, tapi hujan jadi males." Pergulantan batin mendera, pikirian itu terus terngiang membuat hati ini gundah gulana.
"Aku harus semangat sapa tau takdir baik membawa ku hari ini!!" Aku kembali menyemangati diri sendiri, jangan sampai iblis menghasut diriku untuk terus bermalas-malasan.

Dengan terburu-buru  aku menuju ke kamar madi, air yang sedingin es dilibasnya demi mendapatkan pekerjaan. Karena bajunya belum disetrika terpaksa perlu pinjaman baju. Hal yang pertama kulakukan adalah ketok-ketok pintu kamar Aat, pasti Aat masih tidur lagian dia bodinya gede pasti nggak cukup lah ukurannya. Aku beralih ke kamar Puput, ku ketuk pintu kamarnya.

“Opo Tong?” syukurlah ada jawaban.
Aku langsung segera masuk tanpa basa-basi minta pinjem baju. “Aku pinjem kemeja mu, hari ini ada interview. Kemeja ku masih di loundri semua.Plissss,” aku memohon dengan pasang muka memelas bagai orang dipengungsian yang butuh bantuan. Tapi kayaknya sia-sia acting mimic muka ku, karena Puput juga memperhatikan masih merem melek ngantuk.
“Itu di cantelan pilih aja sendiri mana yang cukup, bila perlu yang paling bagus juga nggak apa-apa. Tapi habis itu di cuci ya….” Syukurlah Puput bersedia meminjamkan bajunya. Aku pilih kemeja kotak-kotak garis biru, dan langsunng ku pakai. Berhubung badan Puput juga kecil jadi langsung muat dech.
“Thx ya put, doain moga ketrima.” Tanpa menunggu jawaban dari Puput aku langsung keluar dari kamarnya. Palingan Puput juga sudah merem lagi menikmati tidur yang diiringi hujan.

Waktu semakin sempit aku jadi terburu-buru mana harus pakai jas hujan dulu pula, ich ribet banget sih hari ini. Kalau bukan lowongan jadi reporter ogah dech interview pas hujan kayak gini, mending tidur aja. Detik keberangkatan pun tiba, langit masih enggan memberhentikan tetesan air. 

Ku kendarai motor agak ngebut untuk mencapai tujuan padahal sih jaraknya deket dari kost, cuma kan belum tau tempatnya. Setelah puter-puter dan salah alamat bagaikan lagunya Ayu Tingting, setelah mblasuk-mblasuk gang akhirnya ketemu juga. Kalau di teliti secara seksama padahal gampang banget, cuma gara-gara nggak konsen jadi gitu dech tersesat untung nggak nyasar sampai akhirat. Abis salahnya juga tuh kantor nggak ada papan namanya dan nggak ada tampang seperti kantor pada umumnya.

Masuklah ke sebuah kantor, tapi juga nggak kaya kantor, abis nggak ada papan nama. Au ah jadi bingung ndiri mendiskripsikannya tempat ini, katanya kantor tapi wujudnya seperti rumah biasa. Rumah dengan halaman luas rimbun dengan pohon mangga. Ada sebuah mobil pribadi dan dua motor yang terparkir di carport.

Lalu ku ketuk lah pintu itu sambil deg-degan. Tak seberapa lama dibuka oleh seorang gadis (mungkin, abis masih muda sih) dengan senyum ramah
"Ya ada apa?" tanya cewek cantik walau agak sedikit chuby dengan ramah.
"Ini aku Entong, yang melamar kamu, eh salah maksudnya kemarin melamar jadi reporter di media ini dan hari ini aku interview," kata ku salah tingkah karena terpesona melihat gadis itu yang agak chubby. Rasa kedinginan itu hilang seketika melihat senyumnya yang hangat.
"Ouh, tunggu bentar di luar, duduk saja dulu." Gadis tersebut menyuruh aku duduk dulu.

 Aku duduk di depan kantor, kantor? rumah kali ya (jiah masih di bahas lagi dech).
"Ini beneran kantor? (masih ditanyai lagi). Koq aku sendirian ya disini mana yang lainnya yang interview? Mudah-mudahan ini hal yang bagus jadi aku nggak ada saingan,hahahah,” aku ngomong pada angin.
Keluarlah dua orang perempuan yang satu si chubby yang tadi membukakan pintu dan yang satunya lagi cewek tinggi berkacamata dan berjilbab. Mereka kan karyawan kenapa juga keluar apa penasaran melihat kegantenganku?
“Namanya siapa mas?” tanya cewek berjilbab tersebut.
“Panggil saja Entong mbak. Lah mbak ndiri namanya sapa?” aku malah berbasa-basi yang mungkin sudah basi juga. Dari pada harus diem-dieman nggak ada salahnya jugakan beramah tamah kepada bakal calon temen sekantor.
“Aku Tari dan yang satu ini Ni Luh,mbak Tari menjulurkan tangannya untuk bersalaman tanda perkenalan beggitu juga Ni Luh.“Sebelumnya udah pernah kerja dimana?” mbak Tari bertanya padaku soal pengalaman kerja dengan wajah agak serius sedikit.
“Saya fresh graduate cuma kemaren jadi vouluntir ormas yang membutuhkan jurnalis.” Koq aku jadi jawab yang jujur ya, agak gugup karena liat tampangnya Mbak Tari yang serius.
“Berarti udah sering nulis-nulis donk?” kali ini Ni Luh yang bertanya.
“Nulis di blog aja paling, dulu juga ikutan jurnalis di kampus,jawab ku sambil menarik kursi agar lebih dekat dengan Ni Luh karena dia duduk agak jauh di depan ku. Aku juga nggak denger dia ngomong apa soalnya suara dia kalah dengan suara hujan yang masih deras.
“Kalau kirim artikel ke koran atau majalah pernah?” Mbak tari mengajukan pertanyaan kembali.
“Pernah ngirim tapi nggak ada yang dimuat.”

Ini udah mulai sesi interview atau cuma basa-basa sih? Mau jawab jujur dan panjang lebar tapi mungkin ini bukan interview yang sebenarnya. Dari tampangnya mereka juga nggak ada yang menampakan bos? Tapi masa iya kalau interview di teras kaya gini. Jadi khawatir sendiri jangan-jangan ini interview nonformal. Biasanya ada yang kaya gitu kan? Pura-pura ngobrol biasa padahal terselubung lagi wawancara. Whateverlah nggak usah dipusingin. Liat saja nanti hasilnya diterima atau nggak. Pasrah dengan takdir.

Suasana kembali hening karena mbak Tari dan Ni Luh nggak mengajukan pertayaan lagi. Hujan juga semakin deras butiran air yang tertiup angin membasahi teras membuat mbak Tari dan Ni Luh masuk kedalam mungkin takut make up-nya luntur. Sayang donk udah dandan cakep-cakep makeup-nya ilang hanya karena kecipratan air hujan. Apalagi kalau make-upnya mahal. Loh koq jadi ngomongin make up?

Tak lama kemudian mucul bapak-bapak dan menyuruh ku masuk, sepertinya akan ada wawancara yang resmi. Perasaan aku makin kacau dech, tapi harus tetep percaya diri. Aku memasuki ruangan entah itu ruang tamu rumah atau ruang tamu kantor, tapi belum ada mirip-miripnya kaya kantor,hahaha masih dibahas lagi. Abisnya disitu cuma ada kursi dengan format ruang tamu. Di sudut lainnya ada sebuah tirai seperti pembatas ruangan, tirai tersebut berkibar dan sekelebat ruangan dibalik tirai tersebut kelihatan dan sepertinya itu ruang keluarga.

Di depan ku dekat pintu aku masuk ada meja di atasnya tergeletak tumpukan majalah dan sebuah laptop, ada pula kursi yang berhadapan. Lelaki tersebut menduduki kursi yang mepet dengan tembok dan aku sendiri dipersilahkan duduk di hadapannya.

"Namanya Entong ya?" tanya bapak itu memulai wawancara. Wajahnya tenang tetapi dengan sorotan mata tajam, seakan sedang menyelediki sesuatu. Atau matanya emang sedang menahan kantuk? Jadinya mata di buka lebar-lebar.
"Iya pak nama saya Entong," jawab ku singkat, mau panjang lebar juga percuma masa mau cerita asal usul namanya. kalau aku jelasin bisa panjang lebar bisa-bisa nanti jadinya dongeng dan bapaknya bisa jadi tidur beneran. Nggak jadi interview aku donk. Nggak apa sih kalau hasilnya langsung diterima.
"Udah punya pengalaman kerja?" pertanyaan tersebut terlontarkan kembali tetapi kali ini dari mulut seorang lelaki tambun. Matanya masih tetep aja melotot, jadi ngeri sendiri.
"Kalau kerja formal belum, tapi kalau serabutan udah kaya ikutan reportarse lepas waktu kuliah untuk majalah kampus, terus pernah juga jadi reporter on line waktu event ormas," aku menjawab apa adanya, mau boong juga percuma juga lama-lama nanti ketahuan juga, mending jujur saja.
"Siap kerja keras?" tanya beliau dengan ketus dan suara yang menggelagar kali ini dengan memicingkan mata.
Aku agak kaget dan sempat tersentak, untung saja aku nggak jatuh dari kursi."Siap pak, akan ku berikan yang terbaik untuk perusahaan ini dalam melakukan reportase. Saya juga siap dengan tugas apa yang diberikan. Pokonya saya akan bekerja total" Rasanya ingin sekalin berorasi dech kaya kampanye pemilihan calon legeslatif daerah, bila perlu pakai TOA biar kedengeran dramatisir dan lebay, namanya juga lagi interview jadi ya di jawab aja dulu semuanya dan harus meyakinkan.
"Kalau kerja tengah malam siap?" beliau bertanya dan belum menurunkan nadanya.
"Siap pak!" loh koq aku jadi kaya tentara,hehehehe. Tapi dalam hatiku masih bingung, ngapain kerja malem-malem, emang mau jagain lilin? Atau malah ditugaskan untuk mangkal di depan BI Jogja? Ouh tidak. Kegalauan melanda lagi ini lamaran sebagai repoterkan?
"Masalah salary gimana?" tanya beliau sudah menurunkan nadanya. Tapi masih dengan sikap yang waspada karena hal ini menjadi yang sangat sensitif.
"Saya terima apa yang diberikan oleh perusahaan ini, kalau bisa di atas UMR," kata ku sambil nyengir. Abisnya aku nggak tau juga harus jawab gimana. Masa mau minta 10 juta nggak mungkin juga kan, yang ada nanti aku langsung di usir secara paksa. Bukannya di usir itu udah bagan dari pemaksaan?
“Udah pernah melihat majalah ini?” Bapak tersebut menujunjukan sebuah majalah yang bernama Skolah Magz.
“Belum, pak,jawab ku polos. Mau boong nggak enak hati karena emang belum pernah liat. Sekilas sih majalahyan nggak banget sebagai majalah remaja, liat aja dari model covernya.
“Saya pemimpin dari perusahaan ini. Ini adalah majalah yang saya produksi, majalah yang segmennya remaja. Jadi liputannya kebanyak ke sekolah. Majalah ini baru beredar bulan ini dan ini masih baru banget. Saat ini baru tersebar di daerah Jogja.”
Aku menganggukan kepala sambil menyimak penjelasan majalah yang di buat. Akhirnya aku juga tau ternyata dia bos perusahaan ini ya. Tampangnya sih kalem saja sepertinya bakal jadi bos yang baik dech (semoga).
“Ini kamu lihat-lihat dulu lalu kasih pendapat,dia menyodorkan majalahnya kepadaku.
Segera aku langsung mengambil dari meja.

Lalu aku membolak balikan majalah tersebut sambil memikirkan jawaban apa yang akan terucap dari bibirku ini. Semua halaman sudah ku buka sampai habis tanpa membacanya, terlalu lama juga kali kalau dibaca semuanya. Lagian baca majalah enaknya sambil tiduran dan dengerin lagu-lagu Jepang. Pas interview gini mana nikmat. Oke aku sudah siap menjawabnya.

“Bagus sih untuk edisi pertama. Dari rubriknya sudah banyak isian yang berkaitan dengan remaja. Menarik juga mengambil liputan di sekolah, pasti banya anak-anak yang tertarik karena sekolahnya diliput.” Oh tidak aku berbohong, tapi tidak apa lah demi mendaptkan pekerjaan.

Aslinya sih majalah dari isinya sudah bagus tapi model covernya kok culun gitu ya. Selain itu fesyennya  baju jaman aku masih ABG mungkin yang artinya nggak up to date banget. Belum lagi artikelnya terlalu kaku bahasanya, kalau kata orang film wajahnya terlalu datar nggak ada  mimic untuk di ekspresikan. Rubriknya belum ada gregetnya untuk kecengan para ABG ya mirip bacaan ABG tahun 80an dech kayaknya sih. Sesuai dech dengan apa yang ada di cover majalah. 

“Ada komentar lain?” Bos kembali bertanya, was was siap menerima kritik lebih tajam lagi. Dan  bisa dipastikan bila terlalu tajam aku nggak bakal diterima.
“Kalau saya di ijinkan bekerja disini saya siap membuat majalah ini menjadi semakin menarik,pernyataan yang aman dan diplomatis. Dari pada aku harus memberika kritik lagi bisa-bisa aku jadi salah ngomong. Nggak jadi dech kerja sebagai wartawan majalah.  
"Ouh seperti itu, ya sudah interview awal segitu saja, tunggu kabar berikutnya ya paling lambat minggu depan." Bos mengakhiri interview. Dia bangkit dari kursinya sambil menyodorkan tangan untuk besralaman.

Aku pun meninggalkan rumah atau kantor ya? bodo amat ah mau kantor atau rumah yang penting udah kelar wawancara. Hujan masih mengguyur kota Jogja ketika aku meninggalkan tempat interview. Aku pun meluncurkan motor ku kembali ke kost dan melanjutkan tidur kembali. Aku  masih enggan untuk berfikir untuk mengharapkan hasil interview, kalau diterima ya syukur kalau nggak diterima berarti belum rejekinya.

Malam pun datang, hujan baru saja berhenti tetapi butiran air masih menggantung di daun dan aroma basah masih menyeruak alam Jogja. Aku main ke rumah salah satu sahabat terbaik ku untuk nebeng makan malam di rumah dia. Begitu bertemu dengan sahabatku ini tanpa buang-buat waktu lagi aku menceritakan tempat interview ku yang antara rumah atau kantor.

“Tadi pagi aku interview tapi tempatnya aneh.” Aku merebahkan tubuh di kasur yang empuk dan mulai bercerita. Sahabat ku yang gempal duduk di depan komputer sambil ngetik skripsi. “Aku nggak tau ya itu kantor atau rumah. Dibilang kantor tapi bentuknya rumah. Di bilang kantor nggak nampak kehidupan kantor, nggak ada karyawannya pokoknya sepi gitu dech. Nggak punya karyawan tapi koq udah produksi majalahnya aku lihat di teras kantor ada tumpukan kardus yang isinya majalah.”
“Lah koq gitu toh? Itu perusahaan baru kali jadi belum ada karyawannya tapi koq udah produksi ya?” Simatupang nama sahabat ku pun ikut bingung apa yang diceritakan oleh ku apakah itu rumah atau kantor,hahahaha, whateverlah.
“Mudah-mudahan sih diterima dan aku jadi reporter. Kamu tau kan aku pengen banget jadi reporter.”
“Mudah-mudahan.” Simatupang membalikan badannya menatapku seperti memberi dukungan. “Tapi apa kamu yakin mau kerja di situ? Kan perusahaan baru pasti banyak yang harus dibenahi dulu biasanya yang jadi korban karyawan.”
Wew aku melengos atas pernyataan Simatupang. “Yang peting dapet kerja dulu lah, capek nganggur terus.”
“Bentar ya Ntong, ni aku lagi ribet ma ketikan ku. Data skripsinya nggak cocok sama hipotesis.” Simatupang kembali membalikan badannya menghadap komputer. Sepertinya dia enggan di ganggu.

Dari pada cengok sendirian. Aku menemukan novel sepertinya masih baru, lalu ku buka-buka novel tersebut. Tiba-tiba handphone yang ada disampingku berbunyi, dari siapa pula nih? Di layar nampak deretan angka tetapi tidak ada namanya. Langsung ku angkat telpon tersebut.

"Ini Entong?" kata suara wanita dibalik telpon.
"Iya mbak, saya Entong. Kenapa ya mbak?" tanya ku balik ke mbak-mbak yang telpon. Aku juga memikirkan siapa pula ini nanya-nanya kaya mau nagih utang aja.
"Gini, saya dari media yang tadi interview kamu, hari Senin besok ke kantor ya ada interview lagi"
"Ok, mbak"
"Ya sudah gitu aja terima kasih.” Sambungan telpon seketika terputus. Aku kembali berharap untuk diterima tapi entahlah nggak mau berharap banget karena masih ada interview lagi. Apasalahnya untuk berharap tetapi nggak ngarepin banget barangkali nggak ditermia malah sakit hati dech. 

Dua hari telah berganti, seperti biasa malam itu bermalas-malasan sambil on line chating sama temen-temen dunia maya. Handphone ku yang ada di saku celana berbunyi tanda sms, lalu dibukanya sms tersebut.

"Saya Tari dari Skolah Magz. Mas Entong mulai hari Senin berangkat kerja ya, kita tunggu kedatangan Entong"

What aku diterima kerja? unbelieveble. Kemaren bilangnya hari senen interview lagi koq sekarang malah hari Senin udah bisa langsung kerja, sebodo teuing lah yang penting aku di terima kerja dan minggu depan gelar jobless ku tanggalkan. Tapi tumben-tumbenan ada perusahaan yang mau menerima aku, ah entahlah, Alhamdulilah akhirnya aku diterima kerja juga jadi reporter. apa yang diharapkan didapatkannya juga. 

@@@
Di atas adalah seklumit tentang proses aku mendapatkan kerja. Sekarang aku udah satu tahun bekerja Seklah Magz. Sekarang kita bahas kantor atau rumah?
Waktu aku interview memang disebuah ruang tamu rumah yang dipaksakan menjadi kantor darurat. Waktu itu karyawannya baru 4 orang, bekerja dirumahnya masing-masing. Mbak Tari bersedia menyewakan rumahnya untuk menjadi kantor. Perusahaan tersebut berkembang pesat dan tentunya karyawannya bertambah banyak ada divisi redaksi dan marketing.
Ruang tamu tersebutt sekarang berfungsi sebagai ruang marketing dan tempat bersemayamnya Bos. Sebelah ruang marketing yang tadinya kamar disulap menjadi ruang redaksi yang berukuran 5x5 m2 di jejali 5 kubikel yang sempit.  Kedua ruangan tersebut punya pintu penghubung dan masing-masing  terdapat pintu yang menghadap teras. Teras rumah tersebut di sulap menjadi ruang serba guna bias jadi tempat rapat, ruang tamu, tempat melepas penat dan ruang makan bakso bersama. Area paling luar adalah halaman yang luas sekarang dijadikan tempat parkir motor sekaligus tempat parkir tukang bakso yang lewat.
@@@
Di kantor ini terdapat makhluk ciptaan Tuhan yang unik, mereka adalah rekan kerja, temen berantem, teman bersenang dan berusah payah.
1.                  Bos
Pemimpin perusahaa ini mengwawancarai ku. Sebenernya dia lebih banyak ngurusin keredaksian. Baru ku ketahui dibalik wajah yang kalem terdapat kegalakan yang luar biasa,hehehhe (maaf). Walaupun galak tapi tetep baik hati buktinya kalau sampai sore karyawannya masih betah dikantor sering mentraktir bakso yang lewat depan kantor. Jangan mendekati dia diwaktu deadline.
2.                  Mbak Tari
Manager bidang keuangan. Dia yang ngurusin keuangan perusahaan dan dia juga merangkap kepala marketing jadi dia bosnya para AE (Acount Executive). Setiap pagi dan sore mendengarkan keluh kesah dari para AE. Orangnya sangat luar biasa sabarnya.
3.              Mas Dita
Sebagai Fotografer sekaligus temen liputan ku dan teman berantem memilih jalan mana yang harus dilalui untuk menuju tempat liputan yang paling cepat. Sebenernya dia sarjana Hubungan Internasional tapi ternyata dia lebih mencintai dunia fotografi. Orangnya lucu dan cerewetnya ngalahin kicauan burung karena dia kantor jadi ramai terus oleh gurauanya.
4.                  Preti
Sang editor. Kerjaannya ngeditin tulisannya para reporter yang masih kacau balau menjadi lebih cantik sesuai namanya. Prety ini juga orangnya murah hati sering sharing masalah tullisan dan mau mengerti kendala yang dihadapi oleh para reporter. Dia juga yang mengumpulkan ide para reporter untuk disampaikan kepada bos.  Rambutnya keriting dan kalau waktu deadline rambutnya tambah keriting bagaikan medusa dia bagian yang paling sering uring-uringan karena banyak tulisan yang belum masuk akibat reporter males ngetik. Andalan para reporter untuk meluluhkan hatinya adalah menyogok dengan mentraktir makan pasti dalam sekejap langsung senyum lagi.
5.                  Uyun
Dia kebagian jadi stylist. Tadinya majalah ini cupu dan sekarang jadi fashionable berkat dia. Dia yang menseleksi para model untuk jadi cover atau foto model fesyen. Meskipun dia stylist tampang dia sama sekali tidak mencerminkan sebagai orang yang paham fesyen. Mata berkantung gara-gara hobi begadang menjelajahi tempat nongkrong seantero Jogja. Kalau ke kantor bajunya sekucel tampangnya dan dia punya ritual khusus kalau pemotretan nggak pernah mandi. Orangnya cuek banget tapi tetep baik hati karena dia selalu memilihkan sepatu yang cocok untuk ku kalau aku lagi khilaf belanja sepatu pas fitting kostum.
6.                  Peppy
Cewek yang jarang mandi (sama kayak Uyun) ini bertugas sebagai reporter juga, jadi kita berbagi liputan dan Mas Dita jadi rebutan diantara kita. Peppy yang yang banyak ngajarin aku liputan dilapangan bisa dibilang dia guruku lah. Dia emang lulusan jurnalis jadinya dari awal kuliah udah ngerti jurnalis. Nggak kaya aku jurnalis karbitan,hahahaha. Peppy ini adalah reporter pertama dari Skolah Magz tapi sayang di edisi ke enam langakahnya terhenti karena sakit. Gara-gara dia sakit aku pengganti dia liputan artis. Tapi sekarng udah sehat koq.
7.              Liya
Dia ini reporter pengganti Peppy kelakuannya juga sama suka numpukin berita namun bedanya dia rajin mandi nggak kaya Peppy. Dia kebagian tugas liputan advertorial berbagi dengan dengan Preti. Dia seharusnya jadi asisten Uyun namun yang sering jadi asistenya malah aku. Liya berbagi tugas sama aku berburu artis, Liya bagian siang dan aku yang malem. Tapi nyebelin dech artis seringnya JP-nya malem jadi aku terus yang bertugas,hehehe.
8.                  Penghuni lainnya yang ada di Skolah magz
Mas XO sebagai AE
Bu haji (julukan saja ya) sebagai AE
Mbak Uti sebagai layouter
Mas Martanto sebagai layouter
Wedowati sebagai administrasi
Trio distribusi Mas Ikasa, Mas Darmaji dan Mas Yuli

Mas Aji sebagai Markom.

No comments: